Page 279 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 279
Mochammad Tauchid
Kebencian terhadap segala yang nama dan sifat Jepang
meluap-luap, dan akan disapunya bersih dari dunia Indone-
sia. Pengetahuan yang bagaimanapun baiknya dan betapapun
besar faedahnya, karena berasal dari Jepang yang dipaksakan,
mengingatkan akan kekejaman dan kebengisan, karena itu
dilemparnya jauh-jauh. Penanaman padi larikan ditinggalkan,
pembuatan kompos yang tadinya terdapat di pekarangan-
pekarangan atas anjuran “tonari gumi”, seketika disapu bersih.
Rakyat tidak mau melihat apa yang tersisa dari Jepang.
Tanah-tanah pertikelir oleh Pemerintah Balatentara Je-
pang dimasukkan dalam urusan Pemerintah, dengan menga-
dakan Kantor Urusan Tanah Partikelir (Syriichi Kanri Kosha).
Uang kompenian dihapuskan. Seolah-olah tanah partikelir itu
semuanya dikuasai oleh Pemerintah, dan tuan tanah sudah
tidak berkuasa lagi.
Sikap ini pada permulaanya dapat menarik hati rakyat,
dan dianggapnya sebagai tindakan yang akan melepaskan rak-
yat dari kekuasaan tuan tanah yang selama ini dirasakan seba-
gai siksaan dan penderitaan.
Tetapi semuanya itu hanya siasat untuk mengambil hati
rakyat yang sudah lama dendam terhadap adanya tanah-tanah
partikelir dengan peraturan-peraturan serta tindakan tuan
tanah yang kejam dan sewenang-wenang. Penguasaan tanah
partikelir langsung oleh Pemerintah Balatentara Jepang hanya
siasat untuk memudahkan pengumpulan padi bagi keperlu-
annya, terutama di tanah-tanah partikelir Pemanukan dan
Ciasem (Pemanukan & Ciasem-landen), yang terkenal sebagai
sumber dan gudang beras itu. Hapusnya uang kumpenian,
kemudian diganti dengan kewajiban dan pemerasan lain-lain-
nya. Sebagai juga di daerah-daerah lainnya rakyat dikerahkan
258