Page 278 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 278

Masalah Agraria di Indonesia

                kekejaman penjajah Belanda yang telah merampas dan meng-
                habiskan tanahnya. Kebencian rakyat ini oleh Jepang disalur-
                kan, dibelokkan pikiran dan hatinya untuk membenci “impe-
                rialis dan kapitalis Barat” serta segala yang bernama Barat,
                Sekutu, Amerika, Inggris, Belanda, agar tidak membenci
                “imperialis Timur”, Jepang sendiri. Berpuluh-puluh onderne-
                ming dengan berpuluh-puluh ribu hektare tanah, disulap
                dengan seketika menjadi tanah pertanian rakyat. Tanaman
                onderneming dengan seketika berubah menjadi tanaman ja-
                gung, singkong, huma, kapas, dan jarak. Hasilnya, untuk keper-
                luan perang. Rakyat harus menahan nafsunya dulu untuk ingin
                makan kenyang.
                    Tiga setengah tahun di dalam kekuasaan Jepang—yang
                dengan segala mendadak pula jatuhnya—merupakan mimpi
                dengan segala ceritera yang hebat-hebat, dahsyat dan menge-
                rikan.
                    Kungkungan penjajahan fasis Jepang sebagai pengganti
                penjajahan Belanda, meninggalkan bekas-bekas kehancuran
                dan kelaparan serta malapetaka yang tidak dapat dihitung dan
                diukur besar dan hebatnya. Tetapi di samping semuanya itu,
                menanamkan juga harga diri pada rakyat Indonesia.
                    Belanda yang pada mulanya dianggap rakyat tidak dapat
                diganggu kedaulatannya, ternyata dikalahkan oleh Jepang
                yang nampak serba sederhana dan kecil dalam sekejap mata,
                membuka pikiran dan menimbulkan perasaan harga diri bah-
                wa Belanda yang disangkanya tidak dapat diganggu kedaula-
                tannya itu ternyata dapat dijatuhkan dengan gampang.
                    Perampasan senjata oleh rakyat dari tangan Jepang yang
                masih serba lengkap— tetapi dalam kehancuran jiwa—, me-
                nambah perasaan harga diri yang lebih besar lagi.

                                                                  257
   273   274   275   276   277   278   279   280   281   282   283