Page 52 - Pengantar Hukum Tata Negara
P. 52
Pengantar Hukum Tata Negara 41
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang
harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur
dengan undang-undang.
Atas perintah Pasal 11 UUD 1945, lahir UU No. 24 Tahun 2000
57
tentang Perjanjian Internasional. Menurut ketentuan Pasal 9 ayat
(2) UU No. 24 Tahun 2000, pengesahan perjanjian Internasional
oleh Pemerintah dilakukan dengan undang-undang atau dengan
keputusan Presiden. Pengesahan perjanjian Internasional dilakukan
dengan undang-udang sesuai dengan Pasal 10 apabila berkenaan
dengan: (1) masalah politik, perdamain, pertahanan dan keamanan
negara; (2) perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara
Republik Indonesia; (3) kedaulatan atau hak berdaulat negara; (4)
hak asasi manusia dan lingkungan hdup; (5) pembentukan kaidah
hukum baru; (6) pinjaman dan/atau hibah luar negeri
Perjanjian Internasional dapat bersifat bilateral, apabila
diadakan oleh dua negara, bersifat multiteral, apabila diadakan oleh
banyak negara, bersifat kolektif, apabila suatu perjanjian multilateral
memberi kesempatan kepada negara-negara yang pada mulanya
tidak turut mengadakannya, kemudian turut menjadi pihak traktat.
Menurut Utrecht, pembuatan suatu traktat melalui empat fase
yang berurutan, yaitu: a) Penetapan (sluiting); b) Persetujuan; c)
Penguatan (bekrachtiging atau Ratiikasi/Pengesahan (ratiicatie);
d) Pelantikan atau pengumuman (akondiging). 58
57 Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional, UU No. 24 Tahun
2000, (LN No 185 Tahun 2000, TLN No. 4012).
58 E. Utrecht dan Moh. Saleh djindang, Pengantar dalam Hukum