Page 7 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 7

beragam para pihak, pemangku kepentingan, dari berbagai aras mulai
            dari desa, supradesa, nasional bahkan internasional. Dengan demikian,
            pokok masalahnya tentu menjadi amat menarik sekaligus penyaksi
            otentik tragedi sosial atas nasib yang menimpa kelompok masyarakat
            lokal paling lemah. Demi membulatkan alur cerita, menjadi penting bagi
            penulis untuk menyajikan lebih dahulu kepada pembaca latar historis
            kehidupan warga komunitas lokal dari suatu episode ke episode lainnya.
            Dilanjutkan dengan uraian konfigurasi ekonomi-politik supradesa yang
            berkelindan menyertai dinamika kehidupan panjang komunitas lokal,
            khususnya dalam menjawab kepastian keberlanjutan aksesibilitasnya
            terhadap sumber-sumber agraria yang kaya mencakup wilayah pertanian,
            perairan, pesisir, hutan, tambang, perkebunan, dan lain-lain.
                Sejauh kepentingan itu penulis secara analitis-historis telah berhasil
            menggambarkannya dengan baik. Diawalinya uraian dengan proses-
            proses sosial apa yang terjadi kala Kerajaan Kutai Kertanegara, pengemban
            adat asli, berhadapan dengan kehadiran konteks baru disekelilingnya
            yang perlahan namun pasti mulai merongrong dan menggerogoti
            kekuasaannya. Perubahan konstelasi sosial pun kian dinamis semenjak
            beberapa abad dan terutama dalam dasawarsa-dasawarsa terakhir
            mengikuti migrasi penduduk pendatang yang masuk dalam skala yang
            semakin masif dan ekspansif. Dari sini kemudian lahir terma ‘lokalitas’
            yang bermakna adanya proses ‘pembauran’ yang melibatkan penduduk
            asli (kerajaan) dan pendatang (Bugis) berkat interaksi sosial yang panjang
            lintas generasi.  Namun demikian sesungguhnya tetap ada ‘sekat sosial’
            horizontal dan vertikal yang membayangi hubungan kedua kelompok
            sosial tersebut. Alasannya jumlah penduduk asli yang relatif jarang itu,
            lebih dulu terstruktur sebagai bagian dari penduduk kerajaan asli Kutai
            Kertanegara. Sementara penduduk pendatang, Bugis dalam hal ini,
            masuk sebagai orang-orang yang memandang Delta Mahakam semata
            sebagai ‘tanah seberang’ yang menjanjikan sumber kemakmuran baru.
            Pada suatu episode jauh di belakang, Delta Mahakam sebagai wilayah
            yang memendam kekayaan alam begitu besar, sejak semula juga menjadi
            incaran kuku-kuku kekuasaan berskala global seperti saat rezim kolonial



           vi                     Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12