Page 10 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 10

Kemudian, pemetaan rinci penulis yang menyangkut dimensi
             sosial-budaya, kependudukan,  dan transisi agraria yang berjalan pasca
             memasuki Indonesia merdeka penting untuk menggambarkan betapa
             ruang pembentukan ekonomi lokal, gerak penduduk (migrasi), dan politik
             agraria, begitu berhimpitan satu sama lain dalam  dinamika lapangnya.
             Akibatnya sudah dapat diduga keruwetan apa saja yang disumbangkannya
             kala masa kolonial, masa pasca proklamasi kemerdekaan dan babakan-
             babakan waktu terkini yang menyusul di belakangnya. Tentu tak boleh
             dilupakan komplikasi sosial macam apapula yang muncul dan mendera
             nasib komunitas lokal yang bersangkutan. Dalam hubungan ini apa yang
             saya maksudkan adalah banyak manipulasi kekuasaan dijalankan begitu
             rupa sehingga menjadikan kelompok-kelompok masyarakat lokal tetap
             bagai entitas-entitas sosial yang a-politis semata. Masa Orde Baru yang
             mengoperasikan kebijakan ‘massa mengambang’ (floating mass policy)
             bagi masyarakat pedesaan kala itu  hakekatnya masih terus dijalankan
             hingga sekarang. Mengapa, karena praktiknya ada politik ‘pembiaran’
             (kasus Delta Mahakam) terhadap sepak terjang dan penetrasi kuasa-
             kuasa ekonomi politik supradesa yang nyata-nyata menekan dan
             mencerabut aksesibilitas sebagian warga masyarakat yang paling lemah.
             Di sini hampir tidak saluran-saluran partisipasi masyarakat lokal dalam
             proses-proses pengambilan keputusan dan memastikan adanya kontrol
             sosial yang efektif di ruang-ruang publik. Memang mengulang apa yang
             telah disinggung di atas dimana dan sejauhmana efektivitas otonomi
             desa, otonomi daerah, pilkada, pemilu, dan sebagainya dalam membuka
             sumbatan-sumbatan partisipasi masyarakat? Adakah kesemuanya masih
             terbelenggu dalam bingkai kepentingan politik prosedural semata?
                 Untuk lebih konkrit kita dapat mengangkat fenomena lapangan
             kerja, kesehatan, dan pendidikan sebagai bagian dari hak-hak dasar rakyat
             yang dijamin janji pemenuhannya oleh negara. Seberapa jauh ketiga
             lapangan kehidupan tersebut menjalani pasang surut perkembangannya
             di lapang. Apakah ada tendensa kualitasnya semakin membaik atau
             justru memburuk?Tentu saja pertanyaan ini tidak hanya sekadar dijawab
             dengan menaruh tolok ukur angka-angka atau kuantitas sebagai penanda



             Kata Pengantar                                               ix
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15