Page 95 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 95

sumberdaya agraria secara ilegal. Absennya negara atas permasalahan
            agraria yang terjadi di kawasan Delta Mahakam bisa disejajarkan dengan
            absennya negara dalam perbagai permasalahan konflik yang terjadi di
            seantero negeri dewasa ini.
                Hal ini juga bisa berarti proses “mengelola hutan”, sekedar sebagai
            antisipasi munculnya gejolak dalam masyarakat. Kondisi tersebut
            mengingatkan pernyataan  Barber (1989) yang melihat hutan di Jawa
            hanya memberikan “bagian yang sangat kecil dari pendapatan nasional
            yang berasal dari hutan”, makanya kemudian tujuan utama dari kegiatan
            pemerintah dalam mengelola hutan adalah mengontrol penduduk yang
            tinggal di daerah pedalaman/disekitar hutan dan bukan untuk mencari
            pemasukan uang atau keuntungan ( Li, 2002). Alasan ini sangat relevan
            untuk menjelaskan keberadaan mega proyek industri migas yang
            perlu mendapatkan proteksi dan pengamanan optimal dari berbagai
            kepentingan yang ada disekitarnya, dengan menetapkan kawasan hutan
            Delta Mahakam yang telah kolaps sebagai kawasan hutan produksi.
                Ironisnya, konstruksi sosial tentang problem dan krisis lingkungan
            yang diwujudkan dalam produk kebijakan yang tidak mungkin
            dilepaskan dengan kepentingan dan kontrol aktor yang berkuasa dalam
            pemerintahan tersebut, tidak dibarengi dengan kehadiran otoritas negara
            dalam pelaksanaannya, baik yang mewujud dalam kewenangan pemprov,
            maupun pemkab. Akibatnya bentuk pengaturan tenurial yang faktual
            menurut  Simarmata (2008), menjadi ditentutan oleh otoritas yang
            lebih rendah, dalam hal ini camat dan kepala desa beserta perangkat-
            perangkatnya. Dengan segala keterbatasan pengetahuan, informasi,
            sarana pendukung serta balutan kepentingan, camat dan aparat desa
            mengembangkan tafsir yang karakternya membenarkan tindakan
            pembukaan tambak dan memberi kemudahan untuk mendapatkan
            legalitasnya. Bagi aparatur di aras lokal keberadaan kegiatan usaha
            pertambakan akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan
            asumsi pemberian izin garap oleh otoritas lokal bukan sebagai bentuk
            pelanggaran hukum karena tidak memberikan hak kepemilikan pada
            penggarap. Selain alasan pragmatis, melanjutkan kebijakan yang telah



           68                     Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100