Page 157 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 157

Keistimewan Yogyakarta
            dingi cara kerja PKI, baik semangatnya, keyakinannya, mau-
            pun kerapiannya dalam berorganisasi. Pendeknya PKI adalah
            partai yang paling menonjol pada zamannya dari semua lini.’ 55
            Cara kerja PKI memang mengandalkan kader, bukan figur atau
            ketokohan. Pada zamannya PKI memang sudah menerapkan
            sistem kepartaian secara modern, yakni dengan mengambil
            pilihan sebagai partai yang berbasis pada pengembangan kade-
            risasi. Tentu dengan sederet persoalan yang bisa ditemui di
            lapangan, karena konflik-konflik yang muncul pada tahun
            1950-an akibat sepak terjang PKI cukup terasa, bahkan juga
            terjadi di Yogyakarta. Menurut Herusaji, kelompok-kelompok
            Islam di Bawah Masyumi adalah kelompok yang paling sering
            berkonflik dengan kader-kader PKI, baik organisasi massanya
            maupun partai secara langsung. 56
                Pada tahun 1956, Anggota Dewan Perwakilan Daerah
            Yogyakarta habis masa tugasnya, sementara pemilihan umum
            belum mampu diselenggarakan akibat berbagai persoalan,
            termasuk persoalan keuangan. Maka diputuskan untuk
            mengangkat anggota dewan sementara sebagai anggota dewan
            masa peralihan, karena pemilihan umum akan segera dise-
            lenggarakan pada tahu 1957. Hasil-hasil pemilihan umum
            1955 ditetapkan sebagai dasar rujukan, maka muncullah kom-
            posisi anggota dewan baru masa peralihan yang terdiri atas:
            PKI 10 orang, PNI 8 orang, Gerinda 6 orang, Masyumi 6 orang,
            NU 4 orang, PIR 2 orang, Katholik 1 orang, IPKI 1 orang, PRN




            55  Wawancara dengan Bpk. Tas Sumitro , (mantan Anggota DPRD 1957-1997),
             di Gunungkidul, Yogyakarta. Juga diamini oleh salah satu kader Gerwani dan
             BTI Dibjo Puspito, Gunungkidul, Yogyakarta.
            56  M. Nazir, ‘Yogyakarta... op.cit.

            134
   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162