Page 162 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 162
Paku Alam dan Berbagai Peranannya
kan agresi dengan meletakkan jabatan sebagai Kepala Daerah
Istimewa. Pembagian DIY menjadi kabupaten-kota yang oto-
nom diatur dengan UU No. 15 Tahun 1950 dan UU No. 16
Tahun 1950. Kedua undang-undang tersebut diberlakukan
dengan PP No. 32 Tahun 1950. Menurut undang-undang ter-
sebut DIY dibagi menjadi beberapa kabupaten: Bantul,
Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo/Adikarto yang kemudian
bergabung secara resmi pada tahun 1951, dan Kota Besar Yog-
yakarta.
Pengaturan keistimewaan DIY dan pemerintahannya
selanjutnya diatur dengan UU No. 1, 1957 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah. UU ini diterbitkan untuk melaksanakan
ketentuan dalam pasal 13—133 UUD Sementara 1950. Secara
garis besar tidak terjadi perubahan yang mencolok tentang
pengaturan pemerintahan di Yogyakarta saat itu dengan
peraturan sebelumnya (UU No. 22, 1948). Pada masa pem-
berlakuan UU ini terjadi ‘Masalah Pamong Praja’. Kejadian ini
melibatkan benturan keras antara korps pamong praja sebagai
‘metamorfosis’ abdi dalem kepatihan yang sejak semula menja-
di tulang punggung birokrasi DIY dengan Dewan Pemerintah
Daerah yang memiliki dukungan DPRD DIY yang sedang diku-
asai oleh PKI yang menghendaki hapusnya pamong praja.
Demi kelancaran tata pemerintahan, sesuai dengan mosi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta No.
6, 1952 tanggal 24 September 1952, daerah-daerah enclave
Imogiri, Kota Gede, dan Ngawen dilepaskan dari Provinsi Jawa
Tengah dan kabupaten-kabupaten yang bersangkutan kemu-
dian dimasukkan ke dalam wilayah DIY dan kabupaten-kabu-
paten yang wilayahnya melingkari daerah-daerah enclave ter-
sebut. Penyatuan enclave-enclave ini ditetapkan oleh UU No.
139