Page 167 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 167
Keistimewan Yogyakarta
sang raja, dan pendidikan PA VIII yang modern ikut menen-
tukan pilihan-pilihan politiknya. Maka tak heran HB IX bersa-
ma PA VIII membaca situasi tahun-tahun akhir menjelang
keruntuhan penjajah dengan cepat dan cerdas, yakni menem-
patkan rakyat pada posisi penting dalam menentukan peru-
bahan. Misalnya tidak mengizinkan Jepang menggunakan
tenaga rakyat Yogyakarta, namun dikerahkan untuk mem-
bangun selokan Mataram. Pada posisi ini, sikap sang raja
bukan saja cerdas tapi meneguhkan prinsip perlawanan atas
penindasan. Agaknya prinsip itu pula yang kemudian dijadikan
pijakan oleh PA VIII untuk membangun Yogyakarta, khusus-
nya saat HB IX tidak banyak terlibat dalam pembangunan Yog-
yakarta.
Langkah menarik lain tentu penting dilihat secara ob-
yektif, khususnya usaha pemerintah daerah untuk membangun
sistem pemerintahan secara demokratis. PA VIII bersama
Dewan Pemerintahan Daerah berusaha membangun peme-
rintahan Yogyakarta secara elegan dengan mendistribusikan
kekuasaan lewat cara-cara yang fair, yakni membangun, lemba-
ga dewan lewat partisipasi publik. Sekalipun jalan yang diambil
adalah pemilihan umum dan merupakan sesuatu yang baru.
Di bawah PA VIII proyek idealis itu dijalankan, dan menarik-
nya sekalipun dengan cara-cara yang sangat parsial, pemilu
dapat menghasilkan lembaga dewan yang lebih representatif.
Pada masanya pemilu itu jauh lebih baik dibanding sistem
penunjukan yang banyak menimbulkan masalah.
Banyak orang mengira apa yang dilakukan Yogyakarta
dalam membangun sistem pemerintahan sangat unik, setidak-
nya, Yogyakarta sangat kental nuansa kerajaan dengan bum-
bu-bumbu feodalismenya. Namun dua rajanya kemudian
144