Page 275 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 275
Keistimewan Yogyakarta
mati oleh kalangan terbatas, kelas menengah priyayi yang
lahir dari masa feodalisme dan direstorasi kembali oleh kolo-
nial untuk menjadi bagian dari rezim kekuasaannya, dikritik
oleh manusia-manusia kreatif itu. Mereka menolak elitisasi
segala hal: adat, seni, pendidikan, berbagai fasilitas publik yang
disediakan oleh pemerintah. Pentradisian semacam ini tentu
saja harus diteruskan oleh mereka yang saat ini diberi tanggung
jawab memimpin kerajaan Pakualaman. Sementara, masya-
rakat luas, terutama masyarakat Yogyakarta, juga
(di)sadar(kan) bahwa fungsi dari sebuah tata pemerintahan,
baik tradisional maupun modern, semata-mata adalah untuk
kesejahteraan rakyat banyak, bukan pemegang kekuasaannya
belaka. Keyakinan bahwa fungsi kerajaan adalah sebagai
pengayom harus selalu dihidup-hidupkan.
C. Menagih Misi Kesejarahan Paku Alam
Kadipaten Paku Alaman yang muncul pada abad ke-19
merupakan sebuah kerajaan dengan wilayah dan kekuasaan
“terkecil” di Jawa, karena ia hadir bukan karena keinginan
untuk membangun kekuasaan secara luas, tapi ia hanya bagian
dari strategi penjajah dalam mengatur domain-domain politik-
ekonomi. Situasi yang muncul dalam kasultanan direspon
dengan jawaban-jawaban praktis dengan pilihan mendirikan
kerajaan baru. Raja-raja yang berkuasa pada prinsipnya tidak
mampu membangun sesuatu yang bersifat esensial bagi war-
ganya, bahkan periode tertentu keluarga Paku Alaman luput
dari perhatian akibat berbagai persoalan dan minimnya sum-
ber ekonomi kerajaan. Bahkan banyak keluarga Paku Alaman
menggantungkan kehidupannya pada raja, namun kemam-
puan ke arah itu tidak selalu ada, tak heran banyak keluarga
252