Page 276 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 276
Penutup
dalem yang lebih memilih di luar benteng untuk menentukan
pilihan-pilihan.
Pada periode kolonial masing-masing raja telah memain-
kan perannya sesuai dengan zamannya, berjuang pada konteks
kemampuan kerajaan yang berdiri di atas keangkuhan keku-
asaan kolonial. Akan tetapi perubahan situasi ikut merubah
banyak hal, termasuk periode akhir menjelang keruntuhan
kekuasaan kolonial di Indonesia. Masuknya Jepang ke Indo-
nesia yang hanya beberapa tahun telah merubah banyak hal,
termasuk mulai beraninya kadipaten Paku Alaman menen-
tukan sikap dalam membela republik. Apa yang dilakukan Paku
Alaman tentu dipengaruhi oleh karakter sang raja, dan pendi-
dikan PA VIII yang modern ikut menentukan pilihan-pilihan
politiknya. Maka tak heran HB IX bersama PA VIII membaca
situasi tahun-tahun akhir menjelang keruntuhan penjajah
dengan cepat dan cerdas, yakni menempatkan rakyat pada
posisi penting dalam menentukan perubahan. Misalnya tidak
mengizinkan Jepang menggunakan tenaga rakyat Yogyakarta
dalam proyek romusha, namun dikerahkan untuk membangun
Selokan Mataram. Pada posisi ini, sikap sang raja bukan saja
cerdas tapi meneguhkan prinsip perlawanan atas penindasan.
Agaknya prinsip itu pula yang kemudian dijadikan pijakan oleh
PA VIII untuk membangun Yogyakarta, khususnya saat HB
IX tidak banyak terlibat dalam pembangunan Yogyakarta.
Langkah menarik lain tentu penting dilihat secara obyek-
tif, khususnya usaha pemerintah daerah untuk membangun
sistem pemerintahan secara demokratis. PA VIII bersama
Dewan Pemerintahan Daerah berusaha membangun pemerin-
tahan Yogyakarta secara elegan dengan mendistribusikan ke-
kuasaan lewat cara-cara yang fair, yakni membangun lembaga
253