Page 136 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 136
Mereka yang Dikalahkan 111
lapangan dan problem real dari dekat terkait konsesi yang diberikan.
Dalam banyak catatan, sejak Keputusan Menteri SK.327/Menhut-
II/2009 dikeluarkan tahun 2009 sampai Januari 2012, telah terjadi 64
kali aksi protes/unjuk rasa/perjuangan menolak hadirnya RAPP oleh
warga Pulau Padang di berbagai tempat: Pulau Padang, Selatpanjang,
Pekanbaru, dan Jakarta.
Sebelum masuk ke protes masyarakat Pulau Padang, para analis
dan Tim Mediasi membuat analisis terkait tumpang tindih konsesi
tersebut. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa, Izin HPHTI PT RAPP
tumpang tindih dengan Suaka Marga Satwa Tasik Pulau Padang seluas
± 340, 69 hektar dan terdapat Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas
± 23.411,13 hektar. Oleh karenanya Keputusan Menteri Kehutanan
tersebut perlu ditinjau ulang dan direvisi agar bisa mengurangi areal
yang tumpang tindih dengan kawasan suaka alam. Tuntutan untuk
revisi juga dilakukan pengukuran dan penataan batas di lapangan
serta merubah terlebih dahulu fungsi kawasan hutannya.
Setelah SK Menteri Kehutanan dikeluarkan tahun 2009, PT RAPP
kemudian langsung melakukan proses-proses menuju eksploitasi
berupa perizinan koridor Desa Tanjung Padang, membuat dermaga
di Desa Tanjung Padang pada Desember 2010, tanpa terlebih dahulu
menyelesaikan tata batas yang seharusnya dilakukan terutama
terkait dengan klaim masyarakat terhadap kawasan hutan seperti
lahan bekas garapan masyarakat, tanah ulayat, dan sebagainya.
Sampai tahun 2011, ketika semua proses belum diselesaikan oleh
PT RAPP khususnya yang dituntut warga tentang tata batas, justru
proses berikut untuk melakukan eksploitasi hutan telah dilakukan,
yakni melakukan operasi di lapangan dengan mengacu pada tata
ruang yang dibuat sendiri oleh PT RAPP di lokasi Pulau Padang,
dengan luas total areal 41.205 hektar, terdiri atas:
1. Tanaman Pokok: 27.375 Ha (66%);
2. Tanaman Unggulan: 4.121 Ha (10%);