Page 8 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 8
C. Van Vollenhoven vii
van Vollenhoven. Penyangkalan hak-hak agraris penduduk dan
lahirnya regulasi berorientasi kapitalistik ditegaskan kembali
oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Achmad Sodiki dalam
buku barunya Politik Hukum Agraria (Jakarta: Konstitusi Press,
halaman 32), bahwa “berbagai peraturan agraria akhirnya
menjadi alat menghalalkan ‘pencurian’ harta milik rakyat (het
recht als instrument van diefstallen). Misalnya pemberian ganti
rugi pembebasan tanah yang tidak manusiawi, pengambilan
tanah ulayat, dan sebagainya”. Suatu produk legislasi dapat
berarti legal, namun tidak legitimate di pandangan dan hati
rakyat, bagi penciptaan keadilan sosial, dan penciptaan jaminan
perlindungan hak-hak dasar warganegara. Dalam konteks ini
maka kata rule of law, supremasi hukum dan istilah “taat aturan”
dapat menjadi ironi. Jauh-jauh hari van Vollenhoven dalam
buku yang penulisannya diselesaikan pada tahun 1919 ini telah
mengingatkan bahwa politik agraria kolonial yang diskriminatif
itu telah berurat berakar dan berlangsung sedemikian lama!
Diistilahkannya: “satu abad pelanggaran hak” atau “satu abad
ketidakadilan”.
Buku ini berisi sepuluh bab (lengkap) yang menggabungkan
kedua versi di atas. Penerbitan ulang dilakukan secara gotong-
royong oleh Sajogyo Institute, STPN Press, Perkumpulan
HuMa, dan Penerbit Tanah Air Beta, yang penyiapan naskahnya
dilakukan secara bersama-sama pula. Penerbit merasa perlu
menerangkan lika-liku penerbitan ini. Pada mulanya, Noer
Fauzi Rachman menemukan buku “Orang Indonesia dan
Tanahnya” terbitan Pusat Pendidikan Departemen Dalam
Negeri Republik Indonesia tahun 1975 di daftar buku The
Royal Library, Koninklijke Bibliotheek, The Hague, Netherland.
Rikardo Simarmata, yang pada saat itu sedang menempuh
pendidikan doktoral di Leiden University telah menolong
membuat buku perpustakaan itu menjadi file elekronik. Noer