Page 17 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 17
4 Aristiono Nugroho, dkk.
berbagai sengketa dan konflik pertanahan di seluruh tanah air,
dan menata sistem pengelolaan yang tidak lagi melahirkan
sengketa dan konflik di kemudian hari. Sebagaimana diketahui,
kebijakan Soemotirto telah menciptakan tatanan kehidupan
bersama yang harmonis dan sekaligus mencegah terjadinya
konflik pertanahan.
Kondisi “revolusioner” Desa Ngandagan pada tahun 1947
tidaklah dapat dilepaskan dari kondisi revolusioner Bangsa In-
donesia. Sebagaimana diketahui revolusi merupakan solusi bagi
intensi yang terjadi pada masa pergerakan, yang merupakan
perlawanan terhadap Hindia Belanda (simbol supremasi kolo-
nial terhadap Bangsa Indonesia). Perdebatan ide dan pemikiran
masa pergerakan akhirnya berbuah tindakan revolusioner, yang
terus mengkondisi hingga paska Proklamasi Kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945. Fenomena ini selanjutnya menghasilkan
transformasi revolusioner, di mana revolusi proklamasi telah
bertransformasi menjadi revolusi sosial.
Dengan menggunakan konteks revolusi sosial inilah maka
kondisi “revolusioner” Desa Ngandagan dapat difahami, sebagai
sesuatu yang tidak berdiri sendiri, melainkan suatu rangkaian
gelombang besar revolusi sosial yang melanda Negara Kesatuan
Republik Indonesia paska revolusi proklamasi. Tujuan utama
revolusi sosial ini antara lain pemenuhan cita-cita nasional dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya me-
majukan kesejahteraan umum. Dalam konteks desa (khususnya
Desa Ngandagan), maka kesejahteraan umum tersebut oleh
Soemotirto dibaca sebagai “memajukan kesejahteraan masya-
rakat Desa Ngandagan”.
Revolusi sosial yang terjadi di Desa Ngandagan sesung-
guhnya mirip dengan ciri revolusi sosial yang digagas oleh Leon