Page 22 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 22
Resonansi Landreform Lokal ... 9
dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.” Substansi ini memberi alas bagi pengelolaan tanah untuk
kemakmuran rakyat atau masyarakat Indonesia, termasuk ma-
syarakat Desa Ngandagan. Dalam konteks pertanian, tanah
penting sebagai media tumbuh tanaman, sehingga pemilikan
dan penguasaan tanah menjadi sesuatu yang penting bagi petani.
Hanya saja pada awalnya (sebelum tahun 1947) struktur pemi-
likan dan penguasaan tanah di Desa Ngandagan sangatlah
timpang, sehingga saat itu kemiskinan merebak di Desa Ngan-
dagan.
Dengan berbekal semangat konstitusional (Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945), Kepala Desa Ngandagan
(1947 – 1964), Soemotirto, melaksanakan program landreform
lokal di Desa Ngandagan. Pada masa itu Soemotirto mengingin-
kan masyarakatnya dapat memenuhi kebutuhan keluarga,
terutama dalam hal pangan (beras). Ia mengharuskan kulian,
yaitu warga yang mempunyai tanah sawah seluas 300 ubin atau
lebih, menyerahkan hak garap atas tanah sawahnya seluas 90
ubin kepada Pemerintah Desa Ngandagan. Hak garap ini
kemudian diserahkan pada dua orang petani, yang disebut buruh
kulian, yang tidak mempunyai tanah sawah. Dengan demikian
kulian hanya menggarap tanah sawah seluas 210 ubin. Buruh
kulian hanya mempunyai hak garap atas tanah sawah seluas 45
ubin, yang didukung oleh penguasaan fisik. Sementara itu,
tanah sawah seluas 210 ubin yang digarap oleh kulian merupa-
kan hak milik adat, yang didukung oleh bukti yuridis dan pengu-
asaan fisik.
Ide landreform yang diluncurkan oleh Soemotirto bersesu-
aian dengan substansi landreform yang terdapat di UUPA