Page 26 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 26
Resonansi Landreform Lokal ... 13
meninggal dunia maka tanah menjadi terlantar. Oleh Soemotirto
tanah tersebut didistribusikan kepada 49 kepala keluarga petani
dengan luas keseluruhan mencapai 10 Ha.
Kebijakan Soemotirto ini memberi alas bagi dipertahan-
kannya livelihood on – farm oleh masyarakat Desa Ngandagan,
dan sekaligus sebagai upaya pemenuhan kebutuhan keluarga
petani. Pada masa kini peran tanah tersebut memang telah
menurun, tetapi ia tetap berkontribusi bagi adanya penerapan
livelihood on – farm. Walaupun tetap tak dapat dipungkiri, bahwa
petani tanah ini juga memenuhi kebutuhan keluarganya dengan
menerapkan livelihood off–farm, non–farm, atau gabungan kedua-
nya.
Ketika ingatan dikembalikan ke masa Soemotirto, maka
diketahui bahwa tidak ada keinginan Soemotirto untuk memberi
hak milik atas tanah kepada petani yang tidak memiliki tanah
sawah. Para petani ini (buruh kulian) cukup diberi hak garap
atas tanah sawah, sedangkan hak miliknya tetap berada kepada
pemiliknya (kulian). Kebijakan ini bersifat kondisional, terutama
untuk mereduksi resistensi kulian yang berjumlah 64 kepala
keluarga. Pada masa Soemotirto, kebijakan ini berhasil memberi
penghasilan (karena menggarap tanah sawah) bagi buruh kulian,
dengan kompensasi tersedianya 128 kepala keluarga sebagai
tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Desa
Ngandagan, untuk melaksanakan kerja bakti dan ronda malam.
Saat kulian dan buruh kulian berinteraksi dengan Soemotirto
dan kebijakannya, ada upaya dari pihak-pihak ini untuk menye-
suaikan diri. Soemotirto menyesuaikan diri dengan kulian agar
tidak ada resistensi, dan sekaligus menyesuaikan diri dengan
buruh kulian agar mendapat dukungan. Sementara itu, kulian
menyesuaikan diri dengan Soemotirto agar tidak mendapat