Page 171 - Konstitusionalisme Agraria
P. 171

Sepanjang tahun 1980-an eskalasi sengketa pertanahan
            terus meningkat di daerah pedesaan maupun perkotaan. Dari
            1.753 kasus yang terekam, sebanyak 27,1% akibat pengembangan
            sarana perumahan, kota baru dan fasilitas perkotaan, dan 19%
            merupakan pengembangan areal perkebunan besar. Sebanyak 10,
            5% berkenaan dengan konflik pemanfaatan hutan yang diklaim
            sebagai kawasan hutan negara oleh pemerintah yang kemudian
            menjadi kawasan hutan produksi maupun kawasan hutan lindung/
            konservasi, dan sebanyak 6,6% merupakan pengembangan
            kawasan industri dan pabrik.
                 Akibat dari praktik penguasaan negara atas agraria pada masa
            Orde Baru tidak saja menimbulkan ketimpangan penguasaan tanah
            sebagaimana telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, tetapi juga
            menjadi semakin nyata dalam berbagai konflik-konflik di bidang
            agraria, baik pertanahan, pertambangan, perkebunan maupun
            kehutanan. Sebagai contoh, konflik yang muncul antara penduduk
            lokal dengan pemegang otoritas kehutanan di wilayah-wilayah hutan
            konservasi dan hutan lindung khususnya dapat dijelaskan sebagai
            akibat adanya kebijakan tersebut. Dalam database konflik agraria
            yang dimiliki KPA, jumlah kasus sengketa yang terkait dengan
            penetapan kawasan hutan konservasi menempati urutan kelima
            belas dari 1.753 keseluruhan kasus dalam semua kategori (KPA, 2001).
                 KPA pernah mencatat terdapat enam corak sengketa tanah yang
            terjadi pada masa Orde Baru yang semuanya berhubungan dengan
            model pembangunan (Bachriadi, 1997:71-5). Enam corak tersebut
            antara lain:

            1.   Sengketa tanah karena penetapan fungsi tanah dan kandungan
                 hasil bumi serta beragam tanaman dan hasil di atasnya sebagai
                 sumber-sumber yang akan dieksploitasi secara massif.
            2.   Sengketa tanah akibat program swasembada beras yang pada
                 praktiknya mengakibatkan penguasaan tanah terkonsentrasi di
                 satu tangan dan membengkaknya jumlah petani tak bertanah,
                 serta konflik-konflik yang bersumber pada keharusan petani
                 unutk menggunakan bibit-bibit unggul maupun masukan-



               140     Konstitusionalisme Agraria
   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176