Page 169 - Konstitusionalisme Agraria
P. 169
berhasil membangun dasar-dasar pertanian yang kokoh sebab ia
tidak berlangsung secara berkelanjutan karena pada periode-periode
berikutnya Indonesia kembali menjadi negara yang mengimpor
pangan, termasuk beras, dari negara lain.
Konflik Agraria dan Gugatan terhadap Konsepsi Hak
Menguasai Negara
Kebijakan pemerintah yang lebih pro para pertumbuhan
ekonomi yang bersandar pada swasta, bukan kepada kemampuan
rakyat telah menjadi faktor meletusnya konflik-konflik pertanahan.
Rakyat yang tidak mampu bersaing dengan perusahaan swasta
semakin terpojok karena kehilangan tanah. Konflik agraria
meningkat dan meluas. Sebuah data dikeluarkan oleh Konsorsium
Pembaruan Agraria (KPA) yang menghitung jumlah konflik agraria
dari kurun waktu tahun 1970 sampai tahun 2001 menemukan telah
terjadi 1.753 kasus konflik tanah di Indonesia. Cakupan luas lahan
yang dipersengketakan tersebut sebesar 10.892.203 hektar dan jumlah
korban akibat sengketa ini sebanyak 1.189.482 keluarga. Dilihat dari
intensitas konflik, sampai dengan Desember 2001, intensitas tertinggi
terjadi di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 484 kasus, setelah itu
Provinsi DKI dengan jumlah 175 kasus yang meliputi luas tanah
60.615 hektar, Jawa Timur 169 kasus, Sumatera Selatan 157 kasus,
Sumatera Utara 121 kasus. Paling sedikit jumlah kasus sengketa
pertanahan adalah Provinsi Papua hanya berjumlah 28 kasus, namun
dengan luas lahan sengketa paling luas yaitu 4.012.224 hektar.Untuk
lebih jelas tentang konfigurasi konflik pertanahan di Indonesia dapat
dilihat pada tabel berikut:
138 Konstitusionalisme Agraria