Page 180 - Konstitusionalisme Agraria
P. 180

Ketetapan MPR Reformasi dan Pembaruan Agraria
            Setelah Soeharto berhenti sebagai presiden karena sejumlah
            pengaruh terutama desakan dari gerakan mahasiswa, B.J. Habibie
            naik sebagai pengganti. Reformasi dilakukan dengan presiden yang
            baru. MPR mengawal reformasi dengan mengeluarkan TAP MPR
            No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan
            dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional
            sebagai Haluan Negara. Di bidang ekonomi pada ketetapan tersebut
            diakui bahwa keberhasilan pembangunan yang telah dicapai selama
            tiga puluh dua tahun Orde Baru telah mengalami kemerosotan yang
            memprihatinkan, karena terjadinya krisis moneter pertengahan
            tahun 1997, dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang lebih luas.
            Landasan ekonomi yang dianggap kuat, ternyata tidak berdaya
            menghadapi gejolak keuangan eksternal serta kesulitan-kesulitan
            makro dan mikro ekonomi. Hal ini disebabkan oleh karena
            penyelenggaraan perekonomian nasional kurang mengacu kepada
            amanat Pasal 33 UUD 1945 dan cenderung menunjukkan corak
            yang sangat monopolistik. Para pengusaha yang dekat dengan
            elit kekuasaan mendapatkan prioritas khusus yang berdampak
            timbulnya kesenjangan sosial.
                 Selanjutnya dalam TAP MPR No. XVI/MPR/1998 tentang Politik
            Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi disebutkan bagaimana
            orientasi politik ekonomi pada masa reformasi. Pasal 2 TAP MPR
            tersebut menyatakan: Politik ekonomi nasional diarahkan untuk
            menciptakan struktur ekonomi nasional agar terwujud pengusaha
            menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya
            keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku
            ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha
            besar swasta, dan Badan Usaha Milik Negara yang saling memperkuat
            untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan efesien nasional
            yang berdaya saing tinggi. Pasal berikutnya menyatakan dalam
            pelaksanaan Demokrasi Ekonomi, tidak boleh dan harus ditiadakan
            terjadinya penumpukan aset dan pemusatan kekuatan ekonomi
            pada seorang, sekelompok orang atau perusahaan yang tidak sesuai
            dengan prinsip keadilan dan pemerataan.

                    Konstitusi Agraria dan Penggunaannya dalam Tiga Rezim Pemerintahan     149
   175   176   177   178   179   180   181   182   183   184   185