Page 278 - Konstitusionalisme Agraria
P. 278
a. Penerapan peraturan perundang-undangan yang baru terhadap
keadaan yang terdapat pada waktu peraturan perundang-
undangan yang baru itu mulai berlaku;
b. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang baru secara
berangsur-angsur;
c. Penyimpangan untuk sementara waktu dari peraturan
perundang-undangan yang baru; atau pengaturan khusus
bagi keadaan atau hubungan yang sudah ada pada saat mulai
berlakunya peraturan perundang-undangan yang baru;
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa ketentuan yang
terkait dengan syarat-syarat untuk memperoleh jaminan keadilan,
kepastian, dan kemanfaatan hukum tersebut merupakan kebijakan
hukum terbuka (opened legal policy) yang menjadi kewenangan dari
pembentuk undang-undang. Apabila dilihat dari segi materi syarat-
syarat tersebut telah cukup memberikan perlindungan terhadap
permohonan KK dan PKP2B yang telah menempuh proses sampai
pada tahap yang wajar untuk diberikan imbalan tanpa lelang.
14. PUU Energi: Kewenangan daerah di bidang energi
Pemohon dalam Perkara No. 153/PUU-VII/2009 mengenai
pengujian UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi adalah DR. Ir.
Safrial, MS yang menjabat sebagai Bupati Tanjung Jabung Barat.
Pemohon mengajukan pengujian materil terhadap ketentuan di
dalam UU Energi menyangkut kata “daerah” dan “badan usaha.”
Dua kata tersebut dipersoalkan untuk menunjukan siapa sebenarnya
yang paling utama sebagai pengemban hak menguasai negara atas
energi antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah
kabupaten. Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon
tersebut dalam sidang pembacaan putusan pada tanggal 9 Maret 2011.
Menurut Pemohon kata “daerah” dalam Pasal 11 ayat (2) UU 32
Tahun 2004 memberikan landasan yuridis yang bersifat umum yang
menyatakan, “Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 247