Page 93 - Konstitusionalisme Agraria
P. 93
tentang tanah pertanian, melainkan mencakup juga hak atas air dan
memungut hasil hutan.
Rancangan UUPA tersebut kemudian dibahas secara intensif
pada bulan September 1960. Sebelum RUUPA tersebut disahkan
pada tanggal 24 September 1960, Menteri Agraria Sadjarwo pada saat
itu memberikan pidato sambutan dalam pembahasan rancangan
undang-undang yang mencerminkan politik hukum dari hadirnya
UUPA. Di dalam pidatonya Sadjarwo menyatakan:
“… perjuangan perombakan hukum agraria nasional berjalan erat
dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan
diri dari cengkeraman, pengaruh, dan sisa-sasa penjajahan;
khususnya perjuangan rakyat tani untuk membebaskan diri dari
kekangan-kekangan sistem feudal atas tanah dan pemerasan kaum
modal asing…”
Peranan Seksi Agraria UGM
Universitas Gadjah Mada (UGM) telah memberikan sumbangsih
penting bagi perkembangan hukum agraria nasional melalui Seksi
Agraria yang diketuai oleh Notonagoro yang dibantu oleh Iman
Soetiknjo. Keterlibatan lembaga ini bermula pada tahun 1958 ketika
Kementerian Agraria mengadakan Seminar Agraria di Tretes Jawa
Timur. Seminar tersebut diadakan atas saran dari Presiden Soekarno
yang menghendaki agar Rancangan UUPA yang telah dihasilkan
oleh Panitia Negara Urusan Agraria (Panitia Soewahjo) tahun 1958
mendapat masukan dari perguruan tinggi.
Menteri Agraria menyampaikan kepada Seksi Agraria UGM
pada 4 Juli 1958 No. Unda 1/3/10 meminta Seksi Agraria UGM
untuk menelaah RUUPA “Sebagai bahan obyektip dari sudut
ilmu pengetahuan.” (Luthfi dkk, 2011:56) Seksi kemudian diminta
membuat perbaikan RUUPA dengan mengubah sistematika maupun
rumusan serta mengurangi dan menambah ketentuan yang ada
dalam RUUPA rancangan Soenarjo.
Dalam seminar tersebut, Seksi Agraria UGM mengirim
prasaran berjudul: “Pedoman dan Hal-hal Pokok Agraria yang
62 Konstitusionalisme Agraria