Page 98 - Konstitusionalisme Agraria
P. 98
daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat,
sekadar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah
(Pasal 2 ayat 4). Namun peraturan pemerintah yang dimaksud tidak
pernah dilahirkan oleh pemerintah.
Konsepsi HMN dipengaruhi paham negara integralistik
yang berkembang saat itu dan didukung terutama oleh Supomo,
termasuk pula Soekarno dalam wujud dukungan yang berbeda
melalui peristilahan “gotong royong”. Gagasan negara integralistik
mengendaki kesatuan antara masyarakat dan negara dimana
kepentingan individu dan kelompok larut dalam kepentingan
negara (mirip dengan konsep Rousseau tentang masyarakat
organis) sehingga tidak terjadi pertentangan hak dan kepentingan
warga masyarakat dan negara. Individu ditempatkan di bawah nilai
masyarakat sebagai keseluruhan (Suseno, 1993:94-6).
Gagasan negara integralistik di Indonesia pertama kali
dilontarkan oleh Soepomo dalam persidangan BPUPKI. Tujuan
Soepomo pada waktu itu menawarkan paham negara integralistik
adalah untuk menolak paham negara liberal-klasik yang berkembang
di Eropa Barat dan paham negara kelas yang diterapkan pada negara-
negara komunis. Dalam persidangan di hadapan BPUPKI, Soepomo
pernah menyampaikan gagasannya tentang negara integralistik
berkaitan dengan dengan konsepsi tentang ekonomi dan penguasaan
negara atas agraria. Soepomo menyebutkan:
“… Perusahaan-perusahaan yang penting akan diurus oleh negara
sendiri. pada hakekatnya negara yang akan menentukan dimana,
dimasa apa, perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh
pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah atau yang akan
diserahkan pada suatu badan hukum privat atau kepada seseorang,
itu semua tergantung dari pada kepentingan negara atau kepentingan
rakyat seluruhnya. Dalam negara Indonesia baru, perusahaan-
perusahaan sebagai lalu-lintas, electicteit, perusahaan alas rimba
harus diurus oleh negara sendiri. Begitupun tentang hal tanah, pada
hakekatnya negara yang menguasai tanah seluruhnya. Tambang-
tambang yang penting untuk negara akan diurus oleh negara
sendiri…” (Bahar dkk, 1995:42-3)
Konstitusi Agraria dan Penggunaannya dalam Tiga Rezim Pemerintahan 67