Page 99 - Konstitusionalisme Agraria
P. 99
Pidato Soepomo demikian mengandaikan negara sebagai
organ yang budiman yang akan menentukan baik-buruknya sesuatu
berdasarkan di mana dan di masa apa sesuatu akan diurus dan
diselenggarakan oleh pemerintah atau oleh swasta. Kekuasaan yang
besar diberikan kepada negara, apalagi tanpa kontrol, dan arah yang
kuat untuk kesejahteraan rakyat dapat menimbulkan manipulasi
dan akhirnya dibajak untuk kepentingan sekelompok orang saja.
Memang pada masa awal pembentukan republik mengandaikan
yang terpenting adalah budi baik dari penyelenggara negara. Hal ini
nampak pula dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi:
“Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya
negara ialah semangat. Semangat para penyelenggara negara,
semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-
Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan,
apabila semangat Para penyelenggara negara, Para pemimpin
pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar tadi
tentu tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya, meskipun Undang-
Undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat Para
penyelenggara pemerintahan baik, Undang-Undang Dasar itu tentu
tidak akan merintangi jalannya negara. Jadi yang paling penting ialah
semangat. Maka semangat itu hidup, atau dengan lain perkataan
dinamis.”
Paham integralistik di Indonesia hadir dengan menolak
liberalisme dan komunisme sekaligus. Ia berupaya mencari alternatif
ketiga. Itu pula dasar yang membuat Soepomo mengajukan paham
negara integralistik sebagai solusi untuk menghindari paham negara
liberal-klasik dan negara kelas. Setelah pidatonya tentang negara
integralistik dalam persidangan BPUPKI, Soepomo tidak pernah lagi
mengajukan konsep tersebut dalam konstitusi di Indonesia. Artinya,
terjadi perubahan pendirian di dalam diri Soepomo sendiri berkaitan
dengan fundamen konstitusional negara. Hal ini dibuktikan pula
di dalam KRIS dan UUDS yang dia rancang dimana telah banyak
dimasukan norma-norma yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
Dalam konteks hubungan manusia dengan tanah, menarik
melihat paparan dari Iman Soetiknjo, salah satu eksponen dari Seksi
68 Konstitusionalisme Agraria