Page 101 - Konstitusionalisme Agraria
P. 101
2. Negara sebagai subyek, diberi kedudukan tidak sebagai
perseorangan, tetapi sebagai negara, jadi sebagai badan
kenegaraan, sebagai badan yang publiek rechtelijk. Hak negara
adalah hak dominium juga dan disamping itu dapat juga
digunakan istilah hak publique.
3. Negara sebagai subyek, dalam arti tidak sebagai perseorangan
dan tidak sebagai badan kenegaraan, akan tetapi negara sebagai
personafikasi rakyat seluruhnya, sehingga dalam konsepsi ini
negara tidak lepas dari rakyat, negara hanya menjadi pendiri,
menjadi pendukung daripada kesatuan-kesatuan rakyat.
Apabila demikian, maka hak negara dapat berupa;
a. Hak kommunes, kalau negara sebagai personafikasi yang
memegang kekuasaan atas tanah, dan;
b. Hak emperium, apabila memegang kekuasaan tentang
pemakaiannya tanah saja.
Hubungan yang tersebut pada no. 3, negara sebagai personifikasi
rakyat bersama, kiranya yang paling tepat karena kalau ditinjau
dari sudut perikemanusiaan, sesuai dengan sifat makhluk sosial
juga dengan sifat perseorangan yang merupakan kesatuan daripada
individu-individunya (Soetiknjo, 1987:37-8). Konsep yang tersebut
pada angka 3 di atas menjadi prinsip dari politik hukum UUPA.
19
Jika ditelaah lebih mendalam, konsepsi negara menguasai ini,
mengasumsikan “Negara berdiri di atas kepentingan semua golongan”
atau dalam istilah Kuntowijoyo “Negara Budiman.” Padahal, pada
kenyataannya tidak demikian, karena negara merupakan organisasi
kekuasaan yang sarat dengan sejumlah kepentingan kelompok
19 Bandingkan hal ini dengan pendapat Maria Sumardjono yang menyebutkan ada
dua pendekatan mengenai hubungan antara negara dengan tanah. Pendekatan pertama
menyatakan apabila negara (berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA)
mempunyai hak menguasai, maka negara sebagai badan penguasa diberi wewenang
(dalam bidang publik) oleh bangsa Indonesia, sebagaimana halnya penguasa adat yang
diberi wewenang oleh masyarakat hukumnya. Pendekatan kedua menggunakan model
Notonagoro yang menyebutkan bahwa negara mempunyai wewenang untuk menguasai
tanah karena negara merupakan perwujudkan (personifikasi) dari rakyat. Dengan kata lain,
hak menguasai itu sudah melekat dengan sendirinya pada negara dalam kedudukannya
selaku wakil rakyat yang bersatu sebagai bangsa Indonesia (Sumardjono, 2009:130).
70 Konstitusionalisme Agraria