Page 105 - Konstitusionalisme Agraria
P. 105
menentukan hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa (Pasal 2 ayat (1) dan (2) UUPA). Pelaksanaan
HMN ini berada pada wewenang Presiden sebagai mandataris
yang dibantu oleh Menteri Agraria dengan jajaran aparatusnya.
Di daerah, penyelenggaraan HMN dapat didelegasikan kepada
daerah-daerah swatantra (propinsi, kabupaten/kotamadya,
kecamatan dan desa) dan bahkan pada suatu komunitas adat
yang masih kuat keyakinan norma-norma adatnya (Pasal 2 ayat
(4) UUPA).
3. Prinsip Tanah Mengandung Fungsi Sosial yang berarti bahwa
semua hak atas tanah harus berfunsi sosial (Pasal 6 UUPA) yang
ada pada seseorang tidak dibenarkan untuk dipergunakan (atau
tidak dipergunakan) semata-mata demi kepentingan pribadi,
apalagi sampai merugikan masyarakat.
4. Prinsip Land Reform yang memberikan gambaran dari tujuan
menciptakan suatu struktur pemilikan tanah yang baru.
Dalam kaitan untuk mencapai tujuan itu maka pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan
dan diatur pula mengenai batas maksimun dan minimum
pengguasaan dan pemilikan tanah (Pasal 7 dan Pasal 17 UUPA).
Land reform dilakukan untuk mengadakan pembagian yang
adil atas sumber penghidupan rakyat petani yang berupa
tanah, dengan cara merombak struktur pertanahan secara
revolusioner, guna merealisir keadilan sosial. Hal ini dilakukan
pula untuk melaksanakan prinsip tanah untuk petani, agar
tidak terjadi lagi objek spekulasi dan pemerasan (Pasal 10
UUPA).
5. Prinsip Pengakuan terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum
Adat bermula pada pernyataan bahwa hukum agraria yang
berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat
(Pasal 5 UUPA). Selain itu UUPA juga mengakui keberadaan
hak ulayat atau hak serupa dari masyarakat hukum adat dengan
persyaratan sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional
74 Konstitusionalisme Agraria