Page 148 - Tanah dan Ruang untuk Keadilan dan Kemakmuran Rakyat
P. 148
Tanah ‘Manarak’ nama sistem kelola tanah bergiliran
itu. Di Desa Bonto Masunggu, Kecamatan Tellu Limpoe,
Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan sistem tanah ‘Manarak’
saya jumpai. Kata ‘Manarak’ dalam bahasa Bentong –bahasa
yang digunakan di Desa Bonto Masunggu- berarti warisan/
anak keturunan.
Satu kepala keluarga akan menanam dan mengelola
tanah ‘Manarak’ selama satu tahun. Dan tanah ‘Manarak’ yang
ditanami itu akan kembali ke keluarga tersebut bergantung
banyaknya anak keturunan dari kelompok pembuka
hamparan. Semakin banyak anak keturunan dari kelompok
pembuka hamparan, maka semakin lama pula tanah ‘Manarak’
akan digilir.
Sistem tanah ‘Manarak’ bisa dikategorikan ke dalam
tanah komunal. Tanah yang hak kepemilikannya tidak
dikuasai satu orang saja. Karena memang, tanah ‘Manarak’
statusnya dikelola dan dimiliki bersama.
Tanah ‘Manarak’ ini hanya memiliki dokumen berupa
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) sebagai bukti kepemilikannya. Dari dokumen
daftar himpunan ketetapan dan pembayaran Desa Bonto
Masunggu tahun 2014, tercatat hanya terdapat 550 SPPT PBB
yang dibawahi oleh 168 nama yang kebanyakan masih
menggunakan nama dari leluhur mereka. Padahal terdapat
280 lebih kepala keluarga yang mengelola tanah ‘Manarak’ di
Desa Bonto Masunggu.
Tanah komunal ‘manarak’ butuh terobosan hukum
Desa Bonto Masunggu merupakan desa administratif di
bawah pemerintah kecamatan. Sebagaimana dengan desa
117