Page 33 - Tanah dan Ruang untuk Keadilan dan Kemakmuran Rakyat
P. 33
Hanya belakangan ini saja, gaung reforma agraria
kembali menguat seiring dengan komitmen pemerintahan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden M. Jusuf
Kalla dalam menguraikan persoalan ketimpangan melalui
reforma agraria, yang antara lain dilakukan melalui legalisasi
aset, (re)distribusi lahan serta aneka regulasi lain yang mem-
buka akses masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber
agraria, salah satunya hutan (baca: Perhutanan Sosial). Di lain
sisi, beberapa negara yang telah mempraktikkan land reform
atau agrarian reform, seperti Jepang, Korea Selatan, dan
Taiwan menunjukkan perlunya dukungan baik dari segi
politik penguasa, prasarana keuangan serta teknologi
(Setiawan 2001). Sehingga menjadi pertanyaan kemudian atas
kebijakan reforma agraria yang sedang dilangsungkan ber-
kaitan dengan komitmen, keberlanjutan, ketertautan dengan
aneka kebijakan lainnya serta yang tidak kalah penting adalah
soal acces reform. Maka tanpa mengurangi optimisme yang
lahir dari reforma agraria yang memang sudah sepatutnya
dikawal, penyelidikan soal ketimpangan dan reforma agraria
seharusnya tidak berhenti pada satu prespektif. Sebab kerap-
kali konflik, perebutan akses, ketimpangan atau marginalisasi
keagrariaan merupakan gejala yang muncul di permukaan.
Dibaliknya, bisa saja sistem politik atau Lembaga-lembaga
ekonomi secara terstruktur mereproduksi kebijakan-
kebijakan yang melanggengkan ketimpangan, tak terkecuali
melalui transaksi koruptif yang tentunya merugikan sebagian
besar rakyat.
Menelusuri Akar Penyebab
Penggambaran ketimpangan agraria di Indonesia
seringkali dinarasikan dengan fakta bahwa sebagian besar
2