Page 37 - Tanah dan Ruang untuk Keadilan dan Kemakmuran Rakyat
P. 37
karena pemberian) (Karsona 2011) yang berakibat pada ke-
rugian keuangan negara (Subekti & Tjitrosoedibio 1973 dalam
Karsona [2011]). Sedangkan dalam konteks pengelolaan sum-
ber daya, menurut Perry (dalam Robbins 2000), korupsi di-
lakukan dengan melibatkan jaringan tawar-menawar atau
transaksi antar individu yang melibatkan kepercayaan,
pengkhianatan, penipuan, sub ordinasi untuk kepentingan
tertentu, kerahasiaan, melibatkan berbagai pihak dan saling
menguntungkan. Sehingga konsensus dari transaksi institusi
ekonomi dan politik yang bertujuan untuk mengatur dan
mengarahkan keuntungan dan manfaat atas sumber daya
agraria pada diri mereka sendiri dan mengabaikan ke-
pentingan rakyat dapat dikategorikan sebagai korupsi.
Dalam realitanya menurut Konsorsium Pembaruan
Agraria indikasi praktik-praktik korupsi dapat dilihat antara
lain: pembiaran adanya kebun dan pabrik kelapa sawit di
dalam kawasan hutan; pembiaran atas pengelolaan konsesi
kehutanan yang melebihi luas areal pemberian konsesi
menurut keputusan pemerintah; pemberian izin untuk ke-
hutanan, pertambangan atau perkebunan di wilayah yang
tidak seharusnya; manipulasi dalam proses ganti rugi peng-
adaan tanah; pengelolaan hak guna usaha yang tidak sesuai
dengan pemberian haknya; penyalahgunaan wewenang pe-
nerbitan hak dan penetapan status tanah terlantar. Selain itu
pemberian suap kepada pejabat pemberi izin, tidak mem-
bayar pajak dari hasil sumber daya dan penyelundupan hasil-
hasil sumber daya juga merupakan modus-modus korupsi di
sektor kehutanan (Setiawan et al. 2017; Anti Coruption
Clearing House 2015). Maka dapat dikatakan tipologi umum
korupsi di sektor sumber daya alam, dilakukan dengan suap
6