Page 36 - Tanah dan Ruang untuk Keadilan dan Kemakmuran Rakyat
P. 36
menurut Mas’oed (1997) didasari pada rational choice dan
political survival. Dengan demikian hal ini berkaitan pula
3
dengan personal etika penguasa.
Maka jawaban atas mengapa ketimpangan terjadi
adalah tidak sekadar berpusat pada bagaimana kebijakan
yang dihasilkan, tetapi juga bagaimana proses perancangan
kebijakan tersebut, institusi yang terlibat perancangan itu
serta bagaimana kebijakan tersebut dijalankan. Dari sini, akar
ketimpangan sesungguhnya dapat dimaknai bukan hanya
akibat kebijakan yang memfasilitasi konsentrasi penguasaan
sumber daya agraria pada segolongan orang. Namun lebih
dari itu, ketimpangan yang bermuara pada kemelaratan
masyarakat merupakan hasil dari interaksi institusi ekonomi-
politik dalam pengelolaan sumber daya agraria. Dalam
konteks ini, interaksi yang dilakukan merupakan interaksi
yang kontra produktifatas upaya pemerataan akses dan
manfaat atas sumber daya agraria dan cenderung
menghasilkan tindakan yang koruptif.
Pola dan Realita Korupsi Agraria
Perbuatan koruptif (korupsi) secara ringkas didefinisi-
kan sebagai the abuse of public or corporate office for private
gain (Bhargava 2005). Korupsi juga dapat diartikan sebagai
sesuatu (perbuatan) yang busuk, jahat, merusak, bersifat
amoral, menyangkut jabatan instansi atau aparatur
pemerintah, penyelewengan kekuasaan (dalam jabatan
3 Selain teori mengenai rational choice dan political survival, Mas’oed
(1997) mengajukan tiga teori lain yang menentukan penyebab dit-
erapkannya suatu kebijakan: teori kelompok kepentingan; teori
otonomi-relatif negara; dan teori discourse power.
5