Page 147 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 147
sedangkan bisnis tidak langsung meliputi bisnis yang dilakukan
melalui koperasi dan yayasan. Selain bisnis langsung dan tidak
langsung, perpres ini juga memuat aturan penataan pemanfaatan
Barang Milik Negara (BMN) yang berada di lingkungan TNI.
Landasan hukum ini menjadi pijakan bagi TNI untuk melakukan
pemagaran dan mendapat pembiayaan dari APBN. Padahal,
hingga saat ini persoalan tanah dengan masyarakat belum selesai.
Pagar menjadi simbol penghalang yang membatasi akses
masyarakat terhadap tanah pertaniannya. Keterbatasan akses
ini mendorong masyarakat melakukan penolakan melalui aksi
demonstrasi dan mengirimkan surat kepada Bupati dengan
tembusan kepada Presiden. Penolakan yang dilakukan oleh
masyarakat mendapatkan dukungan dari beberapa organisasi
seperti kalangan Nahdlatul Ulama yang tergabung dalam Front
Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FN-KSDA).
FN-KSDA adalah organisasi warga, aktivis organisasi sosial, dan
akademisi dari berbagai daerah di Indonesia yang tertarik dengan
persoalan kedaulatan sumber daya alam.
Selain dari kalangan NU, dukungan juga datang dari
beberapa elemen gerakan seperti Gerakan Literasi Indonesia,
Etnohistori, Sanggar Nusantara, Komunitas Rupa Seni Rangka
Tulang, Mantra Merah Putih, dan lain-lain. Mereka bersatu dalam
aliansi yang dinamakan Solidaritas Budaya untuk Masyarakat
Urutsewu (eSBuMuS). eSBuMuS bersama dengan Urutsewu
Bersatu (USB) dan FPPKS menyelenggarakan arak-arakan budaya
dan doa bersama dalam peringatan tiga tahun tragedi 16 April.
Solidaritas yang diberikan eSBuMus untuk penguatan
Urutsewu cukup mengusik kekhawatiran TNI. Kerja-kerja intelijen
dijalankan untuk menggoyahkan masyarakat Urutsewu dan
eSBuMus. Di antaranya dengan menyebarkan isu pemerkosaan
di Pantai Setrojenar yang diorganisir oleh pemerintah desa
122 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik