Page 82 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 82
Petinggi-petinggi FMMS tersebut tergolong elite desa yang
dihormati di Kecamatan Mirit karena posisinya sebagai juragan
maupun tokoh politik. Selain Agus Suprapto, ada Haji Mino dari
Desa Lembupurwo yang dikenal sebagai juragan semangka yang
penah mendapat penghargaan dari Presiden Republik Indonesia.
Bisnisnya berskala besar dengan keuntungan mencapai satu
miliar rupiah tiap kali panen.
FMMS menjadi forum yang berfungsi sebagai penyalur
aspirasi dan penampung pendapat masyarakat desa. Hal ini
karena kepala desa cenderung pasif dan kurang berinisiatif dalam
menghadapi kegelisahan masyarakat terkait penambangan pasir
besi. Bahkan, Kepala Desa Wiromartan, S. Budiono, menerima
tambang dan turut memengaruhi perangkat desa serta warga
setempat untuk turut mendukung penambangan.
Kegiatan yang dilakukan FMMS untuk menolak
penambangan di antaranya berupa koordinasi antarwarga
dan audiensi dengan anggota DPRD Kebumen. Sebelum ada
penambangan pasir besi, FMMS maupun warga Mirit lainnya
tidak pernah mempermasalahkan adanya latihan TNI AD yang
berlangsung jauh sebelum tambang ada, klaim kepemilikan tanah
oleh TNI AD, maupun raperda Rencana Tatat Ruang Wilayah
(RTRW) yang sedang dalam proses pembuatan.
Selain FMMS, penolakan juga muncul dari Forum Paguyuban
Petani Kebumen Selatan (FPPKS). FPPKS merupakan organ
masyarakat yang bermula dari perjuangan pembelaan masyarakat
Urutsewu dalam menghadapi rencana pembangunan Jaringan
Jalan Lintas Selatan (JJLS). Menurut Seniman, Koordinator FPPKS,
organ ini berawal dari jaringan pesantren dan gerakan Ansor.
Hingga kini, FPPKS menjadi wadah perkumpulan organ-organ
tiap desa yang telah dibentuk sebelumnya.
Aktor-Aktor yang Terlibat Konflik 57