Page 83 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 83
Pada perkembangannya, FPPKS tidak hanya menyoroti
persoalan pembangunan JJLS di Urutsewu, tetapi juga pada
pengembangan pertanian dan hortikultura serta persoalan
status tanah di Urutsewu yang diklaim sebagai milik TNI AD.
Penolakan klaim kepemilikan tanah oleh TNI AD kemudian
melatarbelakangi penolakan uji coba senjata dan latihan TNI AD
yang sering kali merugikan petani. Apalagi setelah ditemukan
mortir sisa latihan di lahan pertanian warga hingga memakan
korban jiwa.
Sejak awal, FPPKS diketuai oleh Seniman. Ia penah menjadi
santri di sebuah pondok pesantren di Kebumen sehingga
memiliki jaringan dengan orang-orang pondok pesantren. Hingga
2011, Seniman menjadi distributor pupuk Biomix dengan target
pemasaran petani-petani Urutsewu. Yang menjadi wakil ketua
adalah Warso, mantan Kepala Desa Ayam Putih. Sedangkan
sekretaris dijabat oleh Muhayat dan Tumiran. Muhayat yang
berasal dari Desa Kenoyojayan kemudian menjadi anggota DPRD
Kebumen 2009–2014 dari Partai Persatuan Pembangunan dan
menjadi Ketua Pansus I DPRD yang bertugas menyusun raperda
pertambangan mineral dan batubara di Kebumen. Menurut
seorang warga, Muhayat didukung oleh masyarakat Urutsewu
dalam pemilihan legislatif dengan tujuan agar dapat menyuarakan
aspirasi masyarakat Urutsewu di DPRD. Sekretaris FPPKS lainnya,
Tumiran, adalah warga Desa Setrojenar yang berprofesi sebagai
guru. Beberapa pengurus FPPKS lainnya adalah anggota Badan
Permusyawaratan Desa, mantan kepala desa, dan petani-petani.
Namun, struktur formal FPPKS tersebut tidak berjalan
dengan baik. Sebagai contoh adalah Muhayat. Sejak duduk
sebagai anggota dewan, ia tidak lagi aktif sebagai sekretaris FPPKS.
Sosok yang berperan di FPPKS adalah Imam Zuhdi. Ia
adalah kiai yang aktif dan berpengaruh di Desa Setrojenar. Imam
58 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik