Page 85 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 85
FPPKS FMMS
Cara Audiensi, aksi penolakan, Audiensi, sosialisasi
penolakan media kampanye (blog, ke masyarakat, dan
penambangan Facebook, stiker), sosialisasi, pengumpulan surat
pasir besi dan penguatan solidaritas penolakan bermaterai.
masyarakat Kecamatan Ambal
serta Desa Setrojenar.
Pada poin alasan penolakan pasir besi , FMMS tidak
memasukkan persoalan klaim kepemilikan tanah oleh TNI AD.
Dari sana, tampak bahwa tidak semua masyarakat Urutsewu
menolak keberadaan TNI AD. Elite formal di beberapa desa
justru berada di posisi yang berlawanan dengan masyarakatnya.
Misalnya, Tino (Kepala Desa Ambalresmi), Sunarto (Kepala Desa
Kaibon), Martijo (Sekretaris Desa Kenoyojayan), dan Sholeh
(Kepala Dusun Sumberjati). Elite-elite formal ini membentuk
Paguyuban Kepala Desa Kecamatan Ambal yang mendukung
adanya latihan TNI AD di wilayah Urutsewu. Sedangkan elite
formal di lima desa lainnya di Kecamatan Mirit cenderung pasif
dan kurang berinisiatif dalam menghadapi permasalahan di
masyarakat, kecuali Kepala Desa Wiromartan yang secara terang-
terangan mendukung adanya penambangan pasir besi.
Belakangan, ketika FMMS semakin pasif dan penambangan
di Desa Wiromartan akan dimulai, muncul organisasi masyarakat
di Urutsewu yang menamakan diri Urutsewu Bersatu (USB),
diketuai oleh Widodo Sunu Nugroho. Organisasi ini menjadi
wadah bagi laskar-laskar desa di Kecamatan Mirit, Ambal, dan
Buluspesantren. Laskar-laskar tersebut adalah Perwira, FMMS,
Laskar Dewi Renges, Wong Bodho Duwe Karep, Paguyuban
Masyarakat Mirit, Laskar Seloyudo, Laskar Wonodilogo, Sereus,
IraQ, Korjasena, Brigade Parkir Setrojenar, Paguyuban Masyarakat
Kaibon, dan Tangkur Sakti.[]
60 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik