Page 43 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 43

kepemilikan  dan  pemanfaatan hak  atas  tanah,  khususnya harta
            bersama menunjukkan bahwa mayoritas masih  dilakukan  dengan
            mengatasnamakan laki-laki (suami).
                   Akses tanah yang dijamin UUPA Pasal 9 sebagai perwujudan
            dari  Pasal  33  (3)  UUD  1945,  hingga  saat  ini  belum  diwujudkan
            secara konkrit.  Sifat  arif masyarakat lama-kelamaan  menipis,  akibat
            kurangnnya kesempatan  yang  diberikan  oleh negara.  Ahli hukum
            agraria Prof .Dr. Maria S.W Sumardjono menjelaskan, gejala tersebut
            telah diwaspadai semenjak 20 tahun silam. Di beberapa daerah muncul
            gejolak yang melahirkan reaksi terhadap pemerintah, dengan adanya
            keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN dan Kepala Bappenas,
            semenjak tanggal 15 Juni 1994 (Fatra dkk. 2006, 126).


            Perspektif Urgensitas Tanah bagi Kaum Perempuan
                   Dalam  kehidupan  bersosial,  perempuan  merupakan  anggota
            keluarga, masyarakat kecil, dan negara. Ketiga dimensi ini, sejatinya
            harus dilihat  secara  seimbang.  Karena,  dalam  setiap dimensi,  pasti
            mengandung status, peran,  hak, serta kewajiban. Seluruh kewajiban
            itu menjadi bagian penting untuk mencapai kebermaknaan kehidupan
            seseorang.  Maka  perlu  adannya  suatu  keadilan  terhadap  status,
            peran,  hak,  serta  kewajiban  tersebut salah satunya  dengan  adanya
            hukum yang melindunginya. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa
            terkadang justru keterikatan perempuan dalam hukum menimbulkan
            ketidakadilan dan mendiskriminasikan perempuan.
                   Secara umum dilihat dari sudut pandang hak asasi manusia,
            setiap  orang memiliki  hak  dan kedudukan  yang  sama. Ini berarti,
            seharusnya  perempuan memiliki  hak  dan kedudukan  yang  sama
            dengan laki-laki  dihadapan hukum.  Akan  tetapi  pada kenyataannya
            dalam catatan  sejarah  perempuan  selalu  berada dalam  posisi  yang
            tidak menguntungkan.  Perempuan  di  pandang  sebagai kaum  yang
            berada di posisi kedua setelah laki-laki. Perempuan dianggap sangat
            bergantung pada  laki-laki.  Bahkan perempuan  dianggap  tidak


                                         23
   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48