Page 77 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 77
Sesuai dengan perjalanannya yang pada masa awal tumbuh
dan berkembang di daerah pedesaan, pesantren sangat akrab dengan
kehidupan pedesaan seperti bercocok tanam. Bahkan pada era modern
saat ini banyak pesantren memodifikasi diri menjadi pesantren
agribisnis terpadu yang tidak hanya membekali santri dengan keahlian
dalam bidang agama dan bercocok tanam, tetapi juga keahlian
manajemen pertanian dan pemasaran hasil pertanian. Pesantren yang
demikian sangat besar perannya terhadap pengkaderan sumber daya
manusia dalam bidang agraria. Karena itulah penelitian ini dilakukan
agar diketahui potensi pesantren untuk dijadikan sebagai sarana
pengkaderan sumber daya manusia yang berkualitas dalam rangka
mendukung penguatan hak atas tanah.
Pentingnya Penguatan Hak atas Tanah
Keberadaan tanah sebagai kekayaan alam yang penting telah
disadari oleh para tokoh pendahulu bangsa ini, sehingga dibuat aturan
untuk mengatasi persoalan yang dapat timbul karena pertanahan.
Aturan tertulis terkait pengelolaan tanah pertama kali tercantum
dalam Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun
1945 tepatnya di pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa Bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Lebih
lanjut pemerintah mengeluarkan peraturan berupa Undang-undang
Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria yang mengatur pengelolaan dan kepemilikan pertanahan
secara lebih spesifik.
Lahirnya Undang-undang No. 5 Tahun 1960 yang selanjutnya
dikenal sebagai Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan
manifesto politik Republik Indonesia seperti yang ditegaskan dalam
pidato presiden tanggal 17 Agustus 1960 bahwa negara wajib untuk
mengatur serta memimpin kepemilikan tanah dan penggunaannya
sehingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan NKRI dipergunakan
untuk kemakmuran rakyat, baik secara perorangan maupun gotong
57