Page 132 - Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat (Hasil Penelitian Strategis PPPM STPN 2014)
P. 132
PPPM - STPN Yogyakarta Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat
petani saat memasarkan hasil produksinya, karena posisi tawar pada diferensiasi antara sosiologi dengan filsafat. Sosiologi meneliti
(bargaining position) para petani yang tergolong lemah. Ketujuh, hal-hal yang bersifat empiris, dengan cara mengobservasi “fakta
adanya keterbatasan petani dalam memahami situasi dan kondisi sosial”. Sementara itu, filsafat meneliti hal-hal yang bersifat abstrak
yang dialami, sehingga menyulitkannya dalam mencari solusi. (berada dalam alam pikiran manusia). Teori yang membentuk
Sutaryono (2013:6) menyatakan, bahwa marjinalisasi dapat di- paradigma ini adalah: Teori Fungsional Struktural, Teori Konflik,
pahami sebagai proses peminggiran atau pembatasan. Marjinalisasi Teori Sistem, dan Teori Sosiologi Makro.
juga dapat dipahami sebagai pembatasan dari partisipasi secara Berdasarkan Paradigma Fakta Sosial yang digunakan, maka
penuh di dalam masyarakat yang sebagian disebabkan tidak terbuka peluang untuk mencari jalan dalam melawan marjinalisasi
terakomodasinya mereka ke dalam pasar tenaga kerja. Lebih lanjut petani, melalui pemberdayaan masyarakat. Teori Fungsional
Sutaryono (2013:11) menjelaskan, bahwa marjinalisasi petani dapat Struktural dibangun oleh Talcott Parsons (1902-1979) setelah ia
dipahami sebagai proses pembatasan petani terhadap penguasaan memperhatikan dengan seksama pandangan Vilfredo Pareto (1848-
dan pemilikan alat produksi utama (lahan pertanian), dan lapangan 1923) dalam “The Structure of Social Action” (1937). Vilfredo Pareto
kerja yang berhubungan dengan sektor pertanian. Sementara itu, menyatakan, bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang
Elizabeth Walter (2004) men jelaskan, bahwa marjinalisasi berada dalam keseimbangan, dan merupakan satu kesatuan yang
(marginalize) adalah upaya yang dilakukan terhadap seseorang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung. Menurut Vilfredo
atau suatu kelompok sehingga orang atau kelompok tersebut Pareto, perubahan satu bagian dapat menyebabkan perubahan
menjadi tidak penting atau tidak mampu berperan. pada bagian lainnya dalam sistem tersebut.
Untuk dapat melihat peluang dan cara “melawan” marjinalisasi Oleh karena itu, Teori Fungsional Struktural menyatakan,
petani, maka dapat dimanfaatkan Paradigma Fakta Sosial dan Teori bahwa: Pertama, masyarakat memiliki suatu sistem sosial yang
Fungsional Struktural. Paradigma Fakta Sosial merupakan salah terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan
satu paradigma yang tersedia dalam paradigma sosiologis, ketika saling menyatu dalam keseimbangan. Kedua, perubahan yang
marjinalisasi dipahami sebagai suatu fakta sosial. Selain Paradigma terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap
Fakta Sosial, dalam Paradigma Ganda masih ada dua lagi paradigma bagian yang lain. Ketiga, asumsi dasarnya adalah, bahwa setiap
yang dimiliki, yaitu Paradigma Definisi Sosial dan Paradigma struktur dalam sistem sosial bersifat fungsional terhadap yang lain
Perilaku Sosial. Paradigma Ganda memiliki pesaing, yaitu (lihat Ritzer, 1985:25).
Paradigma Integratif yang mengintegrasikan Paradigma Fakta Berdasarkan teori ini, maka marjinalisasi petani harus dilawan
Sosial, Paradigma Definisi Sosial, dan Paradigma Perilaku Sosial dengan melakukan demarjinalisasi petani, melalui pemberdayaan
dengan menciptakan tingkat-tingkat analisis. Namun demikian masyarakat. Oleh karena demarjinalisasi merupakan istilah yang
Paradigma Fakta Sosial masih dapat dimanfaatkan untuk me- memiliki pertentangan arti dengan marjinalisasi, maka demarjinal-
mahami fakta sosial (lihat Ritzer, 2005:A-16). isasi petani dapat dimaknai sebagai: (1) upaya mencegah proses
Paradigma Fakta Sosial dibangun berdasarkan exemplar karya peminggiran atau pembatasan terhadap petani, (2) upaya mencegah
Emile Durkheim, yaitu “The Rules of Sociological Method” (1895) pembatasan dari partisipasi petani yang antara lain disebabkan
dan “Suicide” (1897). Paradigma ini menitik-beratkan perhatian tidak terakomodasinya petani dalam pasar tenaga kerja, (3) upaya
130 131