Page 160 - Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat
P. 160

1.  Eksistensinya

                Ditinjau dari segi eksistensinya tanah hak adat atau hak ulayat diakui
                sepanjang menurut kenyataannya masih ada. Dengan demikian apabila
                pada  daerah-daerah  yang  hak  ulayatnya  sudah  tidak  ada  lagi,  maka
                tentunya hak ulayat itu tidak akan dihidupkan, dan tentunya pada
                daerah-daerah yang tidak pernah ada hak ulayatnya tidak akan diberikan
                hak ulayat baru.
            2.  Pelaksanaannya

                Ditinjau dari segi pelaksanaannya, jika menurut kenyataannya masih
                ada, pelaksanaan hak ulayat masyarakat hukum adat harus sedemikian
                rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang
                berdasarkan atas persatuan bangsa. Pelaksanaan hak adat atau hak ulayat
                masyarakat hukum adat juga hak adat atau tidak boleh bertentangan
                dengan undang-undang dan peraturan lain yang lebih tinggi. 171
                     Namun, dengan berpegang pada konsepsi yang bersumber pada
                Hukum Adat, kiranya adil bila kriteria penentu eksistensi hak ulayat
                disasarkan pada adanya 3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi secara
                simultan, yakni adanya :
                1.  Subyek hak ulayat, yaitu masyarakat hukum adat itu yang
                     memenuhi karakteristik tertenti;

                2.  Obyek hak ulayat, yakni tanah wilayah yang merupakan lebensraum
                     mereka;
                3.  Adanya kewenangan tertentu dari masyarakat hukum adat itu untuk
                     mengelola tanah wilayahnya, termaksud menentukan hubungn
                     yang berkenan dengan persedian, peruntukkan, dan pemanfaatan,
                     serta pelestarian tanah wilayahnya itu. 172

                Berkaitan dengan hukum adat tidak boleh bertentangan dengan undang-
            undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi lainnya, menurut


                171   Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agrarian, (Jakarta; Djembatan, 1971)
                172   Maris Sumardjono, Kompas 13/5/93 Dalam Maria Sumardjono,  Kebijakan
            Pertanahan,  Antara  Regulasi Dan Implementasi,  (Jakarta: Penerbit Buku  Kompas, 2006)
            hal.65.


                                           143
   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164   165