Page 164 - Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat
P. 164
“melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan
kondisi sosial budaya setempat”, dan dengan tetap “menghormati dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia” (sub c); “menghormati supremasi
hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam unifikasi hukum”
(sub c). Hal istimewa yang dikedepankan dalam pasal 5 TAP MPR No.
IX/MPR/2001 ini adalah sebagaimana dituangkan dalam butir j yaitu :
mengakui dan menghormati hak masyarakat adat dan keragaman budaya
bangsa atas sumberdaya agraria dan sumberdaya alam.”
Berdasarkan pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan
hukum sumber daya alam dan hukum lingkungan masih tetap dapat
dipandang sebagai dua sisi dari satu mata uang. Kedua-duanya hanya dapat
dibedakan akan tetapi tidak dapat dipisahkan. 175
Jika pada pemikiran terdahulu hak-hak atas sumber daya alam ditekankan
sebagai hak-hak pemerintah dan pengusaha didasarkan untuk memenuhi
kepentingan perolehan pendapat (devisa) negara dan prioritas pada swasta
agar dapat berusaha secara leluasa, maka pada perkembangan saat ini peluang
untuk berusaha juga harus diperluas secara seimbang dengan memasukkan
hak-hak rakyat sebagaimana dimaksud dalam butir j ketetapan MPR No. IX/
MPR/2001 di atas: “mengakui dan menghormati hak masyarakat adat dan
keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria dan sumberdaya alam”,
dan mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi, dan
optimalisasi partisipasi rakyat.
Gaya pengakuan bersyarat terhadap masyarakat hukum adat seperti
itu kemudian secara serta merta diikuti pula oleh undang-undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan berbagai peraturan lain mengenai
masalah Perkebunan, Pengelolaan Sumber Daya Air, Pengelolaan Wilayah
Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Pemanfaatan dan Pelestarian Sumber Daya
Genetika, Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan lain-lain. Sama seperti produk hukum sebelumnya, semua produk
hukum dihasilkan pada era reformasi ini memang mengakui masyarakat adat
dan hak ulayatnya, namun tetap memasang syarat, bahwa hak itu baru bisa
diakui : (1) sepanjang menurut kenyataannya masih ada; (2) selaras dangan
175 Ronald Z Titahelu, Makalah, Dipersiapkan Untuk Pembahasan Mengenai Hukum
Sumber Daya Alam, Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Ambon, 2005.
147