Page 198 - Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat
P. 198
masih ada dan diakui keberadaannya. Untuk itulah perlu suatu kejelasan
tentang pengaturan hak ulayat berkaitan dengan kedudukan, pengertian
maupun isi menurut Hukum Pertanahan Nasional.
Sebagaimana ditegaskan oleh Simarmata bahwa untuk
196
pengakuan terhadap hak ulayat adalah lebih bersifat “pengakuan
bersyarat”. Itu berarti, hak-hak keulayatan yang dimiliki oleh masyarakat
hukum adat baru dapat dilakukan “sepanjang menurut kenyataan masih
ada, tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, dan tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang
lebih tinggi.” Konsep pengakuan bersyarat terhadap hak ulayat masyarakat
adat yang diperkenalkan oleh UUPA dan kemudian diikuti secara baku
oleh peraturan perundang-undangan sesudahnya sesungguhnya sudah
mempersempit ruang gerak dari apa yang diamanatkan dalam Pasal 18
UUD 1945 sebelum amandemen.
c. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Takyat (TAP MPR)
Ketentuan dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang “Pembaharuan
Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam”, Pasal 4 TAP MPR No.
XI/MPR/2001. memuat prinsip-prinsip pembaharuan agraria dan
pengelolaan sumber daya alam yang berbunyi sebagai berikut:
Pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam dilaksa-
nakan sesuai dengan prinsip-prinsip;
a. Memelihara dan mempertahankan Keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c. Mengormati supermasi hukum dengan mengakomodasi keaneka-
ragaman dalam unifikasi hukum;
d. Mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas
sumber daya manusia Indonesia;
196 Simarmata, Rikardo,”Menyongsong berakhirnya abad masyarakat adat; resistensi
pengakuan bersyarat” Makalah Program Perkumpulan Untuk Pembaharuan Hukum Berbasis
Masyarakat Dan Ekologis(HuMA), Jakarta, 2007
181