Page 46 - Konsolidasi Tanah, Tata Ruang dan Ketahanan Nasional
P. 46
32 Oloan Sitorus
menggerakkan partisipasi masyarakat pada penyelenggaraan
KTP berawal dari keterbatasan materi hukum KTP itu sendiri
dalam mengakomodasi aspirasi dan partisipasi masyarakat
pada penyelenggaraaan KTP. Keterbatasan dimaksud meliputi
kelemahan kebijakan pengaturannya dan substansi aturannya
sendiri. Dilihat dari sudut kebijakan pengaturannya,
terkesan kurang tingginya komitmen penyelenggara negara
menjadikan KTP sebagai sarana pembangunan partisipatif
untuk menyelesaikan berbagai masalah tanah perkotaan
di Indonesia. Selanjutnya, jika dilihat dari substansi aturan
atau kebijakan yang tersedia, ketentuan-ketentuan tentang
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan KTP masih
belum memadai. Tegasnya, materi hukum mengenai KTP
belum mampu sebagai penggerak-awal (initial push) bagi
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan KTP. 9
Penindaklanjutan pembangunan fisik (prasarana jalan
dan fasilitas umum lainnya), sampai saat ini masih merupakan
persoalan kronis pelaksanaan KT yang belum ditemukan
solusinya secara tuntas. Penelitian Skripsi Isabela Candrakirana,
STPN, 2014, yang berjudul “Pelaksanaan Konsolidasi Tanah
Perkotaan di Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten
Sleman”, menyimpulkan 3 (tiga) hasil penelitian berikut ini.
Pertama, pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan (KTP)
pada periode pertama (tahun 1989 s/d 2003) hanya merupakan
kegiatan sertipikasi tanpa dilakukan konstruksi. Pada periode
kedua (tahun 2004 s/d 2008), kegiatan yang dilakukan hanya
9 Oloan Sitorus, op cit., hlm. 222-223.