Page 45 - Konsolidasi Tanah, Tata Ruang dan Ketahanan Nasional
P. 45
Konsolidasi Tanah, Tata Ruang, dan Ketahanan Nasional 31
adil karena semua peserta memberi kontribusi yang sama
(metode luas), sementara pembangunan konstruksi pada
jalan-jalan sempit dalam waktu yang lama baru direalisasikan;
(j) berkaitan keterbatasan hukum karena landasan hukum
pelaksanaannya hanya dibuat oleh Kepala BPN. 8
Temuan-temuan hasil kajian Masayuki Hayashi masih
belum direspon oleh otoritas pertanahan secara berarti. Dalam
aspek hukum KT misalnya, penelitian Disertasi Ilmu Hukum
USU, 2002, Oloan Sitorus, yang berjudul “Keterbatasan
Hukum Konsolidasi Tanah Perkotaan sebagai Instrumen
Kebijakan Pertanahan Partisipatif dalam Penataan Ruang di
Indonesia”, menunjukkan bahwa kelemahan karakter hukum
Konsolidasi Tanah Perkotaan (KTP) yang tunduk pada Hukum
Perdata, dalam hal ini Hukum Perikatan, yakni ketidaksediaan
masyarakat di lokasi yang direncanakan sebagai peserta KTP,
karena egoisme individual dan alasan yang tidak masuk
akal, belum dapat diselesaikan oleh aturan hukum yang
tersedia. Selain itu, ketersediaan aturan hukum juga belum
mampu mewajibkan instansi yang bertanggungjawab untuk
membangun fisik prasarana jalan dan fasilitas umum lainnya,
karena hampir semua aturan hukum KTP yang ada masih
bersifat intern-administratif yang tidak berwenang mendesak
instansi yang berwenang menindaklanjuti hasil pelaksanaan
KTP yang telah selesai ditata aspek pertanahannya. Dinyatakan
pula bahwa penyebab ketidakefektifan hukum KTP dalam
8 Masayuki Hayashi, Final Report (Land Readjustment), Laporan
tenaga ahli JICA tentang KTP pada Maret 1994, Penerbit Pusat
Penelitan dan Pengembangan BPN, 1994, hlm. 15-17.