Page 59 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 59

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
            adalah untuk pemerataan. Penerima sawah buruhan
            dikenai kerigan atau kerja wajib kepada desa, seperti
            membersihkan saluran air; memperbaiki bangunan desa
            seperti pagar, gapura, dan sebagainya; membantu warga
            yang sedang mengadakan hajatan; serta kewajiban ronda
            seminggu sekali. Sementara pemilik kulian dibebaskan
            dari kewajiban tersebut.
                Lurah Soemotirto sebagai penggagas landreform
            memandang perubahan relasi agraria diperlukan rakyat
            agar mereka mendapatkan pekerjaan di desanya sendiri.
            Persyaratan orang mendapatkan tanah buruhan 45 ubin
            tidak hanya berasal dari desa Ngandagan, tetapi juga
            orang dari luar desa, terutama semua warga yang telah
            berkeluarga dan tidak mampu secara materi. Konon, atas
            kebijakannya ini, tidak sedikit penduduk yang ingin men-
            jadi warga Ngandagan dengan tujuan mendapat tanah
            garapan 45 ubin.
                Selain redistribusi Soemotirto juga melakukan kebi-
            jakan pertukaran tenaga kerja. Hal ini karena dalam
            pengolahan lahan atas sawah (kulian dan buruhan) dila-
            kukan secara bersama-sama dan saling bergantinan.
            Pemilik lahan yang lebih kecil akan menghutang jam kerja


            tanah melalui mekanisme pemotongan tanah kulian. Dari wawancara
            dengan beberapa warga dalam dan  luar desa Ngandagan, kebijakan
            redistribusi ini telah ada pada masa sebelumnya dan juga terjadi di
            desa-desa sekitarnya. Di di desa Karanganyar dan Kapiteran saat ini
            luas sawah buruhan tersebut masih 90 ubin.

            38
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64