Page 58 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 58

Kondisi dan Perubahan Agraria Desa Ngandagan ...




               masyarakat sejak periode Soemotirto. Beberapa kondisi,
               peristiwa, dan kebijakan yang mereka anggap penting
               terjadi pada masa ini. Soemotirto yang kemudian men-
               dapatkan sebutan “mbah glondong” (koordinator lurah)
               ini  berasal dari luar desa Ngandagan, tepatnya dari desa
               Wonosari yang berbatasan dengan dukuh Karangturi.
               Kakaknya yang bernama Tirtowardoyo adalah lurah
               Wonosari. Soemotirto memiliki tiga istri yang tinggal di
               Ngandagan bernama Kisut, Suyar dan Kliwen dan
               seorang lagi bernama Poniyem yang berada di luar desa.
                   Masa Soemotirto dikenang sebagai masa keemasan.
               Pada masanya dibangun jalan lurus di dusun Karang Sem-
               bung (Krajan, kini) dan Karangturi. Hal yang paling
               mendasar dan  berpengaruh sampai sekarang adalah
               kebijakannya tentang penataan penguasaan dan peng-
               gunaan tanah. Hal ini terjadi pada tahun 1947. Ia memo-
               difikasi kebijakan pembagian sawah buruhan yang telah
               ada di masa sebelumnya. Semula setiap orang yang me-
               miliki tanah seluas 300 ubin atau 1 kulian (1 ubin = 14 meter)
               akan dikenai pemotongan seluas 90 ubin untuk dibagi
               kepada 1 rumah tangga tunakisma. Soemotirto memodi-
               fikasinya dengan membagi kembali 90 ubin itu menjadi 45-
               45 untuk diserahkan kepada 2 rumah tangga.  Tujuannya
                                                     1
                   1   Hal ini berbeda dengan Gunawan Wiradi yang menjelaskan
               bahwa Soemotirto lah yang awal mula membuat kebijakan pembagian

                                                              37
   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63