Page 118 - Mozaik Rupa Agraria
P. 118
Mencari Suci
Desi Noviyani
Entah sejak kapan persisnya, rasa cemas mulai menjadi hal sehari-
hari bagi Atun. Adakalanya ia disertai sebab yang bermacam-
macam, tetapi lebih sering rasa itu hadir begitu saja. Hanya
saja, kecemasan yang ia rasakan pagi ini terasa lebih mencekam
dibanding yang sudah-sudah. Mungkin yang bisa menyamai
hanya hari-hari menjelang penggusuran beberapa bulan yang
lalu. Beberapa hari ia dan tetangga-tetangga terjaga hampir siang
dan malam, bersiap untuk mempertahankan rumah mereka.
Sebatang rokok ia nyalakan. Samar, asin laut meruap di
udara. Aroma bawang merah goreng tercium dari rumah sebelah
melalui dinding anyaman bambu. Dinding bambu: segala yang
tak permanen menjadi pilihan masuk akal di tengah ancaman
perobohan paksa sewaktu-waktu. Lubang di atap akibat genteng
yang melorot menarik perhatiannya. Sebentar lagi musim hujan,
batinnya, semoga anak Warno bisa dimintai tolong.
Sekenanya ia merapikan dan menggelung rambutnya yang
menipis dan memutih, pengingat akan tahun-tahun yang letih.
Di dinding tergantung kaos hitam-merah muda dengan gambar