Page 123 - Mozaik Rupa Agraria
P. 123

menyerap hal-hal yang terjadi di sekitarnya, tetapi paling tidak
           Atun telah berusaha.
               Tak terasa langkah Atun telah membawanya ke depan Beauty
           Salon Menil. Tadinya Menil bekerja di jasa pijat plus-plus. Gagal
           menikah  dengan pensiunan  pegawai pengairan  membuatnya
           tiba-tiba berhenti dan banting setir beberapa tahun lalu. Kursus
           rias wajah yang dulu pernah ia ikuti itu ternyata ada gunanya juga.
           Tempat itu tampak sepi. Cermin dan kursi putar berderet di satu
           sisi. Kursi-kursi tunggu berjajar di sisi lainnya. Terdengar suara
           bercakap-cakap dari suatu kamar yang pintunya terbuka.
               “Pelembabnya  juga dipakai di  area  leher,  ya,  gaes!  Jangan
           wajah saja  yang  harus  dirawat.  Jangan sampai  lupa,  sebelum
           primer,  fondesyen, bedak,  dan lain-lain itu  pakai  pelembab.
           Penting banget itu, gaes!”
               Tok-tok-tok! Atun  mengetuk  daun pintu  sebagai penanda
           kehadirannya. Di samping jendela yang terbuka duduklah Menil
           yang ternyata sendirian saja. Sebuah ponsel disangga kaki tiga di
           hadapannya. Di mejanya terhampar berbagai macam botol, kotak
           bedak, kuas, dan berbagai perlengkapan rias diri. Tangannya sibuk
           meratakan losion di leher.
               “Kupikir  ngomong  dengan  siapa.  Ternyata dengan  HP,”
           celetuk Atun.

               “Bikin  video  TikTok,  Mak.  Salon  sepi.  Daripada nganggur.
           Masuk  sini, Mak,”  ujar  Menil  setelah  menekan  tombol  di layar
           ponselnya.
               Atun masuk lalu duduk di kasur tanpa dipan di kamar itu.

               “Aku  sebentar  saja. Cucuku belum  pulang  dua hari ini.
           Mungkin kamu mendengar kabar-kabar? Kucari ke mana-mana





           110    Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128