Page 45 - Mozaik Rupa Agraria
P. 45
perlahan pohon-pohon jati itu terus menguasai sebagian besar
tanah milik warga.
Keberadaan pohon jati yang ekspansif di Gunungkidul,
ditambah dengan rencana megaproyek Taman Safari yang akan
mengambil separuh wilayah kampung, membuat sebagain
besar warga terpaksa menjual ladang-ladang milik pribadi yang
berada di talun karena semakin sulit untuk ditanami ditambah
dengan serangan monyet. Meskipun demikian, warga hanya bisa
menggantungkan hidup dari hasil pertanian palawija di lahan
Kehutanan dengan rasa ketidakpastian jika sewaktu-waktu lahan
itu akan diambil oleh Taman Safari ataupun pihak lain yang
kemunculannya seringkali tak terduga.
Terlempar Ke Tanah Sebrang
Di samping monyet-monyet berimgrasi mencari makanan ke
ladang-ladang petani, cerita lain soal perantauan turut mewarnai
diaspora orang-orang Girisuko. Sejak era Orde Baru, banyak warga
Girisuko sudah mengikuti program transmigrasi di perkebunan
sawit Sumatera. Praktik ini secara turun-temurun diteruskan
oleh beberapa generasi hingga saat ini karena dianggap memberi
harapan baru di tengah ketidakpastian akan hidup di desa. Migrasi
ke luar kampung masih terus dilakukan oleh generasi sekarang
karena semakin terkikisnya harapan bertani di tanah kelahirannya
sendiri. Tak ada pilihan lain selain berkelana ke tanah sebrang
untuk mengais harapan demi melanjutkan hidup.
Parmin, salah satu generasi yang ikut melakukan migrasi
ke wilayah Riau, Sumatera, bersama dengan isterinya. Selama
di Sumatera, Parmin berpindah-pindah tempat dan pekerjaan,
mulai dari menjadi buruh perkebunan sawit hingga bekerja di
pabrik triplek kayu milik Ibu Tien Soeharto. Saat bekerja di pabrik
kayu daerah Pulau Burung, Riau, Parmin mengalami kecelakaan
32 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang