Page 41 - Mozaik Rupa Agraria
P. 41
mulai bergeser seiring munculnya program Dana Keistimewaan.
Fenomena semacam ini barangkali juga terjadi di tempat-tempat
lain dengan beragam pola yang mereduksi, di mana desa mulai
dipaksa berubah mengikuti laku orang-orang kota.
Sejauh mata memandang, gugusan bukit-bukit karts itu
selalu diselimuti kabut tebal jika fajar pagi mulai muncul dari
ufuk timur. Setelah melihat lebih dekat, gugusan-gugusan yang
menjadi ladang bertani para warga itu, ternyata banyak diapit
oleh jajaran pohon-pohon jati milik Dinas Kehutanan. Hamparan
pohon-pohon jati yang mendominasi, seolah menjadi penguasa
baru dan menghilangkan keanekaragaman hayati yang selama ini
ada di sana. Suhu udara pun sudah semakin hangat jika berada di
ladang.
Petani semakin terbatas untuk menanam tanaman yang lebih
beragam dengan adanya penghuni baru itu. Mereka hanya bisa
menanam tanaman yang dihasilkan dari pabrik atau biasa disebut
GMO. Begitupun pupuk yang digunakan harus dibeli dengan
harga yang tidak murah dan membuat petani ketergantungan.
Revolusi industri yang diagungkan oleh rezim Orde Baru, semakin
mengoyak segala sendi kehidupan petani. Unsur hara jelas
semakin rusak, daya dukung kawasan pun sudah semakin kritis.
Jangan harap petani bisa menanam seperti dulu lagi dengan lebih
lestari.
Ketidakpastian akan ladang bertani di kawasan Kehutanan,
dipertebal dengan adanya rencana megaproyek Taman Safari yang
konon akan mengambil sebagian wilayah kampung Girisuko.
Ladang-ladang terakhir yang kini menjadi tumpuan para petani,
akan turut bergegser dengan adanya rencana pembangunan
itu. Petani semakin tak punya pijakan lain untuk mencari
penghidupan di kampungnya yang turut membesarkan mereka
hingga bergenerasi. Setelah pengetahuan pertanian susbsiten
28 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang