Page 483 - Mozaik Rupa Agraria
P. 483
ini sebagai penaklukan, karena pemerintah mendominasi hajatan
pertunjukkan dan masyarakat sebagai badutnya.
Di ranah aktivisme seni, tanpa kerja pengorganisasian,
aksi-aksi simbolik berpeluang untuk dibajak atau membunuh
perlawanan itu sendiri bila tak dikoreksi secara aktif.
Cerita di atas saya pilih untuk menunjukkan bagaimana seni
semula memposisikan diri di dalam arena ekonomi politik sebagai
medium pembebasan; lalu akhirnya seni diposisikan oleh kekuatan
ekonomi politik dominan sebagai simbol industri wisata. Kawasan
pantai yang semula adalah ruang hidup masyarakat diubah-paksa
secara halus menjadi komoditas melalui industri wisata oleh
kekuatan investasi. Peristiwa seni yang semula menjadi bahasa
perlawanan terhadap komoditisasi ruang diubah menjadi merk
dagang industri wisata oleh kekuatan yang sama. Lalu, masyarakat
diarahkan pemerintah mengikuti kehendak investor.
6
Kini, tentang Jogja Nduwe Gawe (JNG).
Menurut referensi acara yang saya terima dan pelajari, JNG
berupaya untuk merekayasa event seni menjadi merek dagang
7
(brand) bagi kota Yogyakarta yang tengah menggeliat menyambut
percepatan dan pertumbuhan ekonomi di sektor wisata, yang
ditandai dengan pembangunan infrastruktur berupa pusat-pusat
wisata baru, jalur kereta dan jalan lintas propinsi, dan bandara
baru, beserta kebijakan di ranah seni budaya . Alasannya, seni
8
sebagai teks tinggal tak bernyawa tanpa Yogyakarta yang dipercaya
merupakan pusat kebudayaan Jawa sebagai konteks, mengikuti
pendapat Murphy (1997) .
9
6 Hendro Sangkoyo mengusulkan istilah pengganti untuk Pemerintah yaitu Pengurus Publik,
sebab istilah pemerintah bernuansa otoriter ketimbang demokratis dan kedaulatan negara
berada di tangan rakyat.
7 Pameran, pertunjukan, pementasan, peristiwa seni
8 Misalnya Blue print kebudayaan DIY merujuk pada UU Keistimewwan DIY yang mengukuhkan
Kesultanan dan Kadipaten Pakualaman sebagai sumber dan tolok ukur kebudayaan DIY.
9 Without context, arts remain lifeless.
470 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang