Page 485 - Mozaik Rupa Agraria
P. 485

Bupati  yang patuh pada  Sultan,  Sultan  taat pada penjajah.
           Apa  yang  tampak  sebagai feodalisme  di  DIY  bukan feodalisme
           dalam imajinasi klasik (yang  umum  dipahami  sebagai  tatanan
           prakapitalis  yang  lepas  dari kepentingan  zaman  modal).
           Feodalisme di DIY merupakan perantara bagi peternakan modal
           melalui kolonialisme.  Sehingga,  zaman modal  sudah melatari
           wajah Yogyakarta sejak ia dilahirkan.

               Kolonialisme memerlukan ruang baru untuk menghasilkan
           komoditas (barang dan jasa), pengadaan ruang itu dicapai dengan
           menceraikan rakyat dari tanah yang digarapnya atau dihuninya.
           Marx menyebutnya Akumulasi Primitif. Zaman modal bertahan
           hampir  tiga  abad kemudian,  kini kolonialisme berganti  rupa
           menjadi  Keistimewaan DIY, menghadirkan  Akumulasi  Primitif
           melalui Perampasan—[Primitive] Accumulation by Dispossession;
           istilah  ini dikembangkan oleh  David  Harvey (2003) , yang
                                                               14
           menyebabkan setiap jengkal Tanahmu Bukanlah Milikmu! . Pada
                                                                15
           2015,  Kesultanan  dan Pakualaman  sebagai badan hukm  swasta
           telah memiliki 10,67 %  wilayah DIY  yang berasal  dari  tanah
           negara;  stanah berstatus Hak  guna Bangunan;  dan Hak Milik
           masyarakat .
                      16
               Bahkan, Keistimewaan DIY dibangun dari  imajinasi  bahwa
           Yogyakarta  ialah  negara  yang  merdeka  dan  berdaulat  dari
           penjajahan  (Sabdatama  Hamengku  Buwono X,  10 Mei 2012),
           imajinasi  ini mengingkari bukti-bukti  sejarah  yang  tercantum
           dalam  akta kelahiran Kesultanan  Yogyakarta,  yaitu: Perjanjian
           Giyanti 1755,  yang  didahului  Perjanjian Ponorogo 1749,  dan
           dilengkapi  dengan Perjanjian Klaten 1830  serta Perjanjian
           Hamengku Buwono IX  dengan Belanda 1940.  Demikian  pula



           14   David Harvey. 2003. The New Imperialism. Oxford: Oxford University Press.
           15   www.selamatkanbumi.com//id/tanahmu-bukanlah-milikmu
           16   Daftar Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten terbitan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang
               DIY 2015

           472    Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   480   481   482   483   484   485   486   487   488   489   490