Page 228 - Kembali ke Agraria
P. 228
Kembali ke Agraria
Setelah memperhatikan berbagai kecenderungan di atas, penulis
memandang perlu segera diadakannya presentasi/pemaparan kom-
prehensif mengenai rencana pelaksanaan pembaruan agraria oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Paparan ini dapat menjadi
pintu gerbang bagi usaha berbagai komponen bangsa dalam mem-
persiapkan semua prasyarat yang dibutuhkan bagi pelaksanaan
reforma agraria. Banyak aspek yang perlu disiapkan —lihat artikel
opini penulis, Menyiapkan Reforma Agraria, di Suara Pembaruan, 28
Juli 2005.
Bersamaan dengan itu, presiden kiranya perlu memberikan
penguatan kelembagaan terhadap institusi yang semula ditujukan
untuk mengawal pelaksanaan pembaruan agraria, khususnya land-
reform sebagai agenda inti dari reforma agraria. Dalam hal ini, Badan
Pertanahan Nasional (BPN) patut diberi kewenangan yang lebih luas
dalam mempersiapkan berbagai prasyarat yang dimaksud. BPN
jangan lagi diposisikan hanya sebagai pengurus administrasi perta-
nahan, apalagi sekadar instansi yang mengeluarkan sertifikat hak
atas tanah atau hak guna usaha untuk perusahaan pengelolaan perke-
bunan bermodal besar.
BPN di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, hendaknya direformat untuk memenuhi tujuan dan agen-
da-agenda pembaruan agraria sebagaimana dijanjikan. Transformasi
dari “BPN Lama” ke “BPN Baru” yang memenuhi asas dan tujuan
reform tak lain ialah merombak BPN menjadi BORA (Badan Otorita
Reforma Agraria). Sebagaimana sering diungkapkan Gunawan Wira-
di (Penasihat KPA), BORA hendaknya bertanggung jawab langsung
pada presiden, dengan tugas utama: (a) menyiapkan pra-kondisi
berupa pembiayaan dan kelembagaan, merumuskan strategi dan
merencanakan pelaksanaan reforma agraria; (b) mengoordinasikan
departemen-departemen terkait dan badan-badan pemerintah lain-
nya, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat untuk memper-
cepat pelaksanaan reforma agraria; (c) menangani konflik-konflik
agraria warisan masa lalu yang masih menjadi masalah selama ini,
209